Judul Buku                        : Metropolis Universalis Penulis                               : Eko Laksono Penerbit          ...

Metropolis Universalis



Judul Buku                        : Metropolis Universalis
Penulis                               : Eko Laksono
Penerbit                             : PT Elex Media Komputindo
Tahun Terbit                      : 2013
Jumlah Halaman               : 198

Kalau kalian menyukai buku Imperium III, maka kalian juga akan menyukai buku Eko laksono yang ini. jika pada buku sebelumnya Eko laksono menceritakan bagaimana kisah bangsa-bangsa besar dan peradaban-peradaban berkembang dari masa lalu, dibuku ini justru bercerita tentang kota-kota besar masa kini dengan kisah pencetus serta ide-ide bangsa besar ini yang awalnya terkesan utopis.
siapa sangka,adalah sesuatu yang ironis bahwa Eiffel awalnya hanya dibangun sementara sebagai "gerban masuk" (raksasa) Exposition Universelle 1889, dan dibenci oleh semua orang. Media membencinya, warga Paris membencinya. Begitupula Alexander Dumas dan Guy de Maupassant, penulis yang dikagumi Nietzsche. Maupassant bahkan suka makan siang dibawah Eiffel Tower karena di sana adalah satu-satunya tempat dia tidak akan bisa melihat menera metal raksasa itu. tapi seiring berjalannya waktu, orang-orang dari seluruh duni datang ke sini. setiap tahun kota itu dikunjungi 40 juta turis, terutama untuk menikmati keindahan kotanya, aura romantismenya, dan tentu saja Eiffel Tower-nya. Menciptakan sesuatu yang besar di sebuah kota tentunya selalu memerlukan perjuangan. (hal-31)
Kota bisa berubah dari yang tidak menyenangkan menjadi maju dan menyenangkan. dari yang sesak dan keras menjadi yang dipenuhi taman indah dan ruang publik, sehingga kota terkesan indang, lapang, hijau, dan menyenangkan, apalagi pada akhir minggu. dari yang tidak manusiawi dan tidak berempati pada warganya menjadi ramah dan santun, yang para pemimpingnya selalu mendengar aspirasi, keluhan, ide dan impian warga. dari yang membodohi dan hanya "memanfaatkan' warga untuk kepentingan sesaat menjadi mencerahkan, mencerdaskan, dan menghargai warga, kota yang demokratis. dari kota yang tidak bervisi, tidak tahu akan dibawa kemana, menjadi kota visioner yang tahu persis dan memiliki kepercayaan diri akan menjadi sehebat apa kota ini nantinya (hal:193)
Bagiku buku ini sangat menarik dan sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Kota-kota Indonesia seharusnya memiliki visi-visi besar seperti ini, menjadikan kotanya dicintai oleh warganya. Membuka banyak ruang-ruang publik untuk saling berinteraksi, menghadirkan akses-akses ilmu pengetahuan yang nyaman dan iklim demokreasi yang sehar, menghadirkan banyak tempat untuk menumbuhkan kreatifitas.

0 komentar: