27 Desember 2016. Saya akhirnya tiba di Labuan Bajo. Saya menempuh perjalanan darat melelahkan dari Mataram ke Bima selama 13 jam, ke...

Part IV: Labuan Bajo, Kota Sejuta Perahu




27 Desember 2016. Saya akhirnya tiba di Labuan Bajo. Saya menempuh perjalanan darat melelahkan dari Mataram ke Bima selama 13 jam, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Sape selama 2,5 jam dan terlantar di Pelabuhan Sape selama 21 jam. Dan akhirnya bisa menyeberang ke Labuan Bajo setelah menempuh perjalanan laut kurang lebih 7 jam.  Sampailah saya di sini, di kota Sejuta perahu, gerbang utama menuju negeri para naga. Saya menghabiskan beberapa hari di Flores, mengunjungi banyak  tempat menakjubkan, berinteraksi degan Komodo, hewan purba yang kini menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia. Bahkan saya berkesempatan mengunjungi  Wae Rebo, desa dibalik gunung. Sebuah tempat yang bersejarah, Satu-satunya desa di Indonesia yang menjadi situs warisan budaya dunia yang diberikan oleh UNESCO pada 2012 yang lalu. Semoga kalian menikmati catatan ringkas ini seperti saya menikmati saat menulisnya.

Day 4

27 Desember 2016
Labuan Bajo: Kota Sejuta Perahu
Labuan Bajo dari kejahuan
Badan saya terasa remuk. Saya berdiri memandang lautan lepas seperti tak berujung. Angin laut selalu hangat dan menenangkan. Itulah mungkin mengapa orang-orang suka memandang lama-lama lautan. Lautan selalu mampu menelan semua kepedihan manusia, menenggelamkannya ke dasar samudera. Hanya di lautan manusia mampu menemukan kebebasan sejatinya.

Pagi yang mendung. Setelah semua kepenatan kemarin kami akhirnya bisa menyeberang pukul 03.00 subuh tadi.  Labuan Bajo sisa sejengkal lagi gumamku. Saya tiba-tiba dikagetkan oleh seseoang yang  berseru-seru, menunjuk sesuatu yang belum bisa ku lihat jelas, dan tiba-tiba seekor lumba-lumba melompat ke udara, di susul lumba-lumba yang lain. Melompat dan melompat, mengikuti arah kapal. Saya tertegun, kejadian sekilas itu tiba-tiba melenyapkan semua kepayahanku. Dadaku menghangat. Tidak banyak yang bisa melihat pemandangan seperti ini secara langsung.  Melihat bagaimana mahluk laut secantik itu di habitat aslinya. Perairan flores memang terkenal banyak lumba-lumbanya.

0 komentar:

More Picture: Cek IG @asdar_munandar “Dunia ini bagaikan buku raksasa. Dan mereka yang tidak pernah melakukan perjalanan hanya...

Part III 9D Solo Backpaker ke Labuan Bajo




More Picture: Cek IG @asdar_munandar

“Dunia ini bagaikan buku raksasa. Dan mereka yang tidak pernah melakukan perjalanan hanya membaca satu halaman saja”
 -St. Agustine-
Day 3: 26 Desember 2016
Mataram-Pelabuhan Sape: Ketika Mimpi Tergerus Realita
  
Seberapa jauh sih “jauh” itu ?, kenapa banyak orang-orang yang terobsesi dengan kata jauh.  Dulu ketika saya kecil, saya selalu betah memandangi cakrawala nan jauh. Berdiri di tanah lapang memandang lurus sejauh mata saya bisa memandang, atau ke pantai dan membayangkan berapa jauh kolong langit di cakrawala sana.

Pagi  yang pengap, saya berdiri kecewa di pinggir dermaga pelabuhan sape, menatap jauh di cakrawala. Kapal penyebrangan ke Labuan Bajo sudah meninggalkan pelabuhan 3 jam yang lalu. Hiruk pikuk pelabuhan melambat. Perjalanan tidak selamanya mulus dan lancar, kadang bahkan lebih seringnya perjalanan yang kita jalani tidak sejalan degan apa yang kita rencanakan.  Perjalanan hanyalah ibarat proses membenturkan fantasi dan realita. Dan nyatanya kita justru malah sering kecewa ketika fantasi-fantasi yang kita bangun rontok berguguran, hangus tergerus realita yang menyakitkan

Pelabuhan Sape

Perjalanan seperti ini sungguh menguji daya tahan dan kesabaran kita sebagai manusia, juga mengajarkan kita bahwa ada hal-hal yang memang manusia tidak bisa kita paksakan.   Semalam saya menempuh  perjalanan panjang dari Mataram ke Bima hingga 13 jam lamanya. Berangkat dari Terminal Mandalika pukul 03.00 sore dan tiba di Bima tepat pukul 4 Subuh dan berharap pagi ini saya bisa menyebrang ke Labuan Bajo sesuai itinerary yang sudah saya susun sebelumnya. Tapi manusia hanya bisa berencana takdir selalu punya ceritanya sendiri.

2 komentar:

Day2:  Mataram 25 Desember 2016 .   Perjalanan itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu,  perjalananmu bukanlah perj...

Part II: Jalan Panjang Menuju Labuan Bajo

Day2: 
Mataram 25 Desember 2016.


Perjalanan itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, 
perjalananmu bukanlah perjalananku
"Paul Theroux"

Mataram-Bima-Pelabuhan Sape
Pagi yang sempurna. Suara adzan membangunkanku. Lombok memang terkenal agamais. Jika Bali punya julukan Pulau Seribu Pura maka Lombok dijuluki dengan Pulau Seribu Masjid. Di  Mataram, Ibu kota Provinsi  NTB ini kita tidak akan kesulitan menemukan masjid. Masjid menjamur dimana-mana dan salah satu yang termegah adalah Masjid Islamiq Center yang baru diresmikan pada tahun 2013 kemarin. Masjid ini berdiri diatas lahan seluas 7,6 hektar di sudut jalan Langko dan Udayana yang merupakan jalur utama, dibangun begitu megah dengan memadukan karakteristik bangunan tradisional Lombok dan Sumbawa. Konon katanya pembangunan masjid ini sendiri menghabiskan dana kurang lebih sebesar Rp. 500M



Gubernurnya  Dr. K.H. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang Majdi menjadi salah satu gubernur terbaik yang dimiliki negeri ini.  Gubernur termuda di Indonesia ini berhasil meraih banyak penghargaan nasional dan internasional, antara lain dengan meraih The Best Province Tourism Develovment dengan dikukuhnya NTB sebagai Provinsi Pengembang Pariwisata Terbaik versi ITA di Metro TV selain itu Provinsi ini juga meraih penghargaan Top Eksekutif Muslim 2016 dari Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) dan The Best Dedicated Governor in Developing of MICE Industry serta segudang prestasi-prestasi lainnya.  Dan yang tak kalah kerennya Gubernur ini juga merupakan salah satu Gubernur Hafidz Qur’an loh. Jadi iri pengen punya gubernur kayak gitu juga.
Islamic Center Lombok Tampak Samping

6 komentar:

More Picture chek IG: @asdar_munandar "Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan. Agar kamu dapat pergi kian k...

Part I: 9D Solo Backpacker Makasar-Mataram-Labuan Bajo


More Picture chek IG: @asdar_munandar
"Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan.
Agar kamu dapat pergi kian kemari di jalan-jalan yang luas"
(Q.S Nuh: 19-20)

Saya menutup akhir tahun 2016 dengan sebuah catatan manis, Saya melakukan solo backpacking dari Makasar-Mataram-Labuan Bajo-Bima- dan kembali Kemakasar selama 9 hari lamanya. Sebuah perjalanan yang dipenuhi berbagai kisah. saya mengalami berbagai macam kondisi selama perjalanan itu. Takut, cemas, kecewa, Sedih, bahkan sempat terlunta-lunta di pelabuhan. tapi disatu sisi besama perjalanan itu saya juga menemukan banyak hal yang mengesankan, bertemu keluarga baru, melihat banyak tempat yang indah, budaya yang unik dan melihat berbagai macam realitas yang tidak akan kita temui jika hanya berdiam di rumah. Bagaimanapun juga, perjalanan selalu mampu merubah manusia. Perjalanan adalah satu-satunya hal yang bisa kita beli yang dapat membuat kita menjadi lebih kaya. Berikut catatan perjalanan saya, semoga kalian menikmati membacanya seperti saya menikmati ketika menulisnya. Happy Hippie.
 
Day I: Makasar-Mataram
Sabtu 24 Desember 2016

Pesawat yang menerbankan ku dari Makasar mendarat mulus di Bandara Internasional Lombok di Mataram. Langit Mataram kelabu pudar, warna biru cerah khas langit sama sekali tak terlihat. Mendung menggantung sempurna. Ini kali kedua saya mendatangi tempat ini setelah sebelumnya pada tahun 2014 kemarin melakukan perjalanan paling seru dan paling gembel bersama dua orang sahabatku.  Perjalanan darat dari Malang-Bali-Lombok dan kembali lagi ke Malang dengan budget yang sangat minimal, bayangkan saja kami hanya menghabiskan tidak lebih dari dua juta (bertiga) untuk perjalanan selama seminggu penuh. Sebuah petualangan yang selalu menarik untuk dikenang (tapi tidak untuk diulang, hehehhehe. Bisa dibaca disini dan disini)
Bandara Internasional Lombok

Saya memilih Damri untuk mengantarkan ku ke Kota. Jarak antara Bandara ke Kota Mataram terasa sedikit jauh, mungkin kurang lebih satu jam perjalanan.  Dari bandara, Damri hanya akan berhenti di dua tempat. Pemberhentian pertama di dekat terminal Mandalika Mataram dan pemberhentian berikutnya akan berhenti di daerah pantai Senggigi. Loket Damri terletak persis di depan pintu keluar bandara, tarif dari bandara ke kota hanya Rp 25.000 jauh lebih murah dibanding moda transportasi lain seperti ojek atau taksi misalnya.


0 komentar: