Jurnal Plat Merah
15 February 2020
Piriang Tapiko
Semenjak off
total dari instagram setahun lalu, praktis sy hampir tidak pernah upload foto
atau moment apapun di media sosial. Tapi foto kali ini buatku begitu berkesan,
bukan karena di prame itu sy terlihat kurusan
karena diet ala JSR konsumsi rutin cia seed, madu plus jeniper (iklaan),
atau karena saya lagi menggunakan kacamata hitam dan merasa sedikit lebih
gagah, bukan, bukan karena semua itu. Justru peristiwa dibalik foto itu yg menurutku sungguh sangat layak diabadikan.
Sy berdiri di
salah satu puncak tertinggi kabupaten "P". Salah satu pelosok paling
terpencil daerah ini. Pekerjaanku menuntutuku untuk banyak berkunjung
ketempat-tempat seperti ini. Daerah-daerah terisolir, jauh dari mana-mana. Akses
ke sini sungguh tak bisa dibilang mudah, dibutuhkan kendaraan khusus untuk bisa
sampai disini. Jalanan bebatuan, berkelok-kelok, hutan-hutan perawan dan jurang-jurang
yang menganga lebar kira-kanannya. Bayangkan saya berangkat pagi pukul 7 dari
ibu kota kabupaten dan baru bisa sampai dititik ini kurang lebih 6 jam
kemudian.
Tadinya Kawasan ini merupakan kawasan transmigrasi.
Tahun 2016 dan 2017 kemarin pemerintah memasukkan kurang lebih 100an
transmigrasi dari luar pulau ke daerah ini, namun sampai saat ini selain penduduk
lokal hanya tersisa satu orang transmigran yang bisa bertahan dan benar benar
bisa hidup disini. Satu persatu mereka menyerah, sebagian balik kampung
sebagian lagi pindah ke daerah lain. Akses yang susah, jaringan listrik dan
telepon yang sama minimnya, pendidikan, kesehatan dan fasilitas penunjang hidup
lainnya yang sangat terbatas menjadi alasan utama mengapa mereka tak bisa
bertahan. Belum lagi jatah lahan yang mereka dapatkan konon katanya terlalu
jauh dibalik gunung, butuh 2 sampai 3 jam untuk bisa sampai ke ladang mereka.
Hak-hak dasar yang menurutku selayaknya memang terlebih dahulu dipersipakan terlebih
dahulu oleh pemerintah sebelum membuka kawasan transmigrasi. Sangat disayangkan
kucuran dana yang tak sedikit jumlahnya sudah dikeluarkan oleh pemerintah namun
harus gagal karena perencanaan yang kurang matang seperti ini.
Orang-orang
memilih mengikuti program transmigrasi karena berharap kehidupan mereka
menjadi lebih baik, mungkin kehidupan
mereka di kampungnya sana tak seberuntung orang kebanyakan, itulah mengapa
banyak yang tertarik mengikuti program transmigrasi, mereka berharap program
transmigrasi bisa memberikan janji masa depan yang lebih baik untuk anak istri
mereka.. Sayangnya harapan-harapan yang dibangun kadang terbentur dengan
realita yang menyakitkan. Kehidupan di masa lalu mereka mungkin berat tapi
bukan berarti mereka harus ditempatkan ditempat sepeti ini. Dibuang dipelosok
negeri. hak-hak dasar mereka juga harus terpenuhi, akses jalan, layanan
pendidikan, kesehatan, pasar sebagai pusat perputaran roda ekonomi paling tidak
harus bisa dijangkau dengan mudah.
Perjalanan-perjalanan
seperti ini kadang membuatku banyak merenung, melihat banyak realitas seperti
ini membuatku berfikir bahwa ujian keimanan tertinggi manusia mungkin salah
satunya adalah jabatan dan kepemimpinan. Itulah mungkin mengapa pemimpin yang
khianat adalah jenis manusia yang sangat di benci Tuhan. Pemimpin yang tidak
amanah kelak balasannya adalah kerak neraka. Karena setiap keputusan,
kebijakan, aturan dan peraturan yang mereka keluarkan berdampak banyak pada
kehidupan banyak orang. Perjalanan-perjalanan seperti ini banyak meyadarkanku
betapa kelak setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas banyak hal
dalam hidup mereka.
0 komentar: