Leaves from the
vine
Falling so slow
Like fragile tiny
shells
Drifting in the
foam
Little soldier boy
Come marching home
Brave soldier boy
Comes marching
home
-Iroh-
“In Honor of Mako”
“In Honor of Mako”
Lagu diatas dinyanyikan oleh seorang ayah untuk mengenang
anak lelakinya yang gugur dalam perang. Seorang ayah tampak begitu rapuh sedang
membakar dupa dibawa pohon yang rindang didepan foto seorang pemuda belia. Sebuah
cuilan adegan dalam film faporitku, Avatar Aang. Menurutku diantara semua part
dalam film ini, momen inilah yang paling sangat menyentuh. Saat seorang ayah
meneteskan air mata dan menyanyikan lagu sedih ini. Jendral Iroh digambarkan
sosok yang sangat kuat namun kocak, tapi pada sesi tertentu dia begitu
melangkolis. Nyatanya kematian tidak hanya memisahkan manusia, kematian juga melahap
banyak kebahagian orang-orang.
Beberapa minggu yang lalu, sahabat kecil saya meninggal.
Kalian tahu, kehilangan sahabat itu menyakitkan. Mungkin terlihat biasa tapi
begitu aku mengenang masa-masa kecilku, dadaku terasa begitu nyeri. Tuhan
memanggilnya telalu cepat. Seperti bapaknya dulu.
Aku ingat, waktu itu usianya masih 8 tahun. Kami baru duduk
di kelas dua SD. Ayahnya meninggal dalam sebuah kecelekanaan kendaraan dan
sahabatku itu menjadi yatim. Kini, tak berselang terlalu lama setelahnya dia
juga meninggal di usia yang masih sangat muda, meninggalkan seorang anak dan
calon bayi berusia 8 bulan yang masih berada di perut istrinya. Aku terpekur
menatap makamnya yang basah. menatap miris. Mesiki interaksi kami beberapa
tahun terakhir tidak seintens di masa lalu. Tapi aku tau, kami terikat sesuatu. Sesuatu itu aku sebut sebagai
“sahabat”
Beberapa malam yang lalu, aku bermimpi tentangnya. Aku bermimpi
kembali ke masa kecilku dulu. Aku bermain gundu dengan kawanku itu. entah apa
yang membuat kami tertawa begitu lepas. Aku ingat ketika dia tertawa matanya
yang sipit akan semakin hilang. Dulu waktu kecil kami sering memanggilnya
boboho, dia montok seperti boboho itu. film lucu paforit anak kecil jaman ku
dulu. Kami bermain di bawa pohon mangga berbuah lebat yang selalu kami panjat
jika musim mangga tiba, juga sebuah ayunan kecil yang suka kami perebutkan.
Saat sedang asik bermain itu, tiba-tiba bapaknya datang
menjemputnya dan membawanya pergi. Dia tidak sempat mengucapkan sepatah katapun.
Dia bahkan tidak berpaling menengokku kebelakang. Dia hanya pergi. Dan mimpiku
berakhir disitu. Aku terbangun dan kudapati diriku menangis. Kematian mungkin hanya seperti itu. hanya seperti selaput gagasan tipis yang begitu gampang diseberangi. Dan tiba-tiba kita disitu. Di dunia kehampaan, dunia keabadian. Dunia ketiadaan. Kita mati.
Lain malam, aku bermimpi bertemu tanteku, mimpi yang sama
beberapa kali. Tanteku baru saja meninggal sebulan yang lalu. Dia datang, hanya
tersenyum dengan baju dan kudung putihnya. Dia tak berucap kata, hanya
tersenyum. Datang dan tersenyum. Hanya seperti itu. Mungkin dia ingin menagih
janji-janjiku kepadanya. Aku memang banyak menjanjikannya sesuatu,
mengantarknya ke dokter, mengantarnya terapi atau macam-macam janji yang ku
iyaiyakan saja ketika dulu dia memintanya. Dan sampai akhirnya dia meninggal
janji itu tak kutepati. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Entah kenapa
akhir-akhir ini saya sering bermimpi yang aneh, dikunjungi orang-orang yang
telah meninggal. Mungkin Tuhan sedang ingin menyampaikan sesuatu.
0 komentar: