" Waktu Bukan Kita Yang Punya ..  Kita Hanya Berlari di dalamnya ..  Tak bisa kita genggam ..  Tak Bisa Kita Ulang ..  Semoga Banyak ...

Waktu Bukan Kita yang Punya


 
" Waktu Bukan Kita Yang Punya .. 
Kita Hanya Berlari di dalamnya .. 
Tak bisa kita genggam .. 
Tak Bisa Kita Ulang .. 
Semoga Banyak Waktu Untuk Kita .. 
" - Pusakata . 2022”


Saya menemukan lirik lagu ini di instagram, sebuah potongan lagu yang dibuat oleh seseorang secara spontan dalam sebuan acara talkshow. Saya benar-benar nangis kejer saat mendengarnya. Saat itu saya benar-benar lagi merasa sendiri, jauh dari siapa-siapa jauh dari orang tua, istri dan anak. Konon lagu ini didedikasikan untuk para ayah yang sedang berjuang untuk keluarganya, untuk setiap momen dan waktu yang terlewatkan dengan anak-anaknya dan untuk setiap pengorbanan mereka yang kadang atau seringkalinya memang tak pernah dianggap berarti.


Beberapa hari ini  saya merasa begitu depresi, mungkin sedang jenuh atau muak dengan tuntutan kerjaan atau tuntutan kehidupan yang seakan tiada habisnya. Saya baru saja meliwati ulangtahunku yang ke sekian puluh tiga. Saya tak ingin menyebut angka pastinya, mengingatnya saja saya merasa begitu muak. Bukannya tak mensykuri melainkan saya hanya saja belum bisa menerima waktu saya yang berharga ternyata telah berlalu begitu cepat. Melesat seperti busur, menguap seperti embun. Saya tak sadar sudah jauh melangkah meninggalkan masa-masa belia saya. Saya berjalan menuju masa tua yang menyedihkan, berjalan menuju kematian.

Akhir-akhi ini saya benar-benar sering baper, terjebak romantika masa lalu. Saya lebih sering kembali membuka foto-foto lama, kembali membaca buku-buku pavorit saya di masa lalu, menonton film-film yang entah telah berapa kali kutamatkan. Saya tidak tahu, perasaan seperti ini entah kenapa sering sekali menyerang di hari hari menjelan ulang tahun saya. Entah karena ketakutan menghadapi masa depan atau belum siap meninggalkan masa lalu yang rumit atau saya hanya sedang mencoba mencari trauma masa lalu yang tak kunjung ketemu.


Saya sadar, saya memiliki luka batin di masa lalu yang sampai saat ini belum bisa kusembuhkan. Berkali-kali berusaha menyembuhkannya namun menemukan akar masalahnya pun sampai saat ini belum bisa kupecahkan. Luka batin yang tertoreh sejak dahulu itu entah apa, apakah perasaan ditinggalkan, perasaan tak diteriman, perasaan kesepiaan, penyesalan atau perasaan seperti apa yang saya sendiri tak tahu pasti. Yang saya tahu, saya hanya sering mendapati diriku terbangun dalam keadaan menangis sejadinya-jadinya, apalagi ketika saya sedang benar-benar sendiri seperit ini.  


Mamuju, 06 November 2022

 

 

0 komentar: