Ramang-ramang
Padang Ammarung
Namanya Kampung Berua, tempat ini seperti terkurung di dalam dimensinya sendiri, terisolasi Ggunung-gunung batu menjulang tinggi tak tertaklukkan,. Lembah ini seperti berjalan merangkak, tertatih-tatih melewati jaman. Rumah-rumah kayu tua yang jumlahnya tak seberapa tampak lapuk termakan usia. Jumlah penduduk di sini bisa dihitung jari. Hanya di isi tak lebih dari 15 kepala keluarga. Tak banyak yang bisa dilakukan disini, jika tak menjadi nelayan orang-orang harus merantau, di sini tak ada apa-apa, tidak ada uang, tidak ada sekolah, tidak ada fasilitas kesehatan. Satu-satunya akses ketempat ini adalah melewati sungai Pute.
Di sini kami tidak ada pekerjaan, kita tak bisa menanam apa-apa, di sini hanya ada karang dan karang. Bebatuan cadas dan gunung-gunung yang tinggi menjulang itu, selain itu tak ada. Bapak dulu nelayan, tapi sejak bahan bakar makin sulit di dapat, kita terus menerus merugi, akhirnya bapak ikut merantau diajak sama keluarga, keluar menambang emas di Bombana Sulawesi Tenggara, dari situ kita bisa bertahan hidup. Kini bapak semakin tua, pekerjaan seperti itu tak lagi mampu dilakoninya apalagi kini tempat menambang bapak dulu sudah disegel pemerintah, orang-orang tak lagi bisa mendulam emas disitu.
Ibu pernah mencoba menambang, bersama beberapa orang penduduk desa ini kami ke Donggala, perbatasan Sulawesi barat-Sulawesi Tengah konon katanya disana banyak emasnya. Tapi bukannya untung malah buntung. Di sana tak ada apa-apa, Ibu harus berkendara sehari semalam dan pulang degan membawa hutang. Beruntunglah tempat ini mulai ramai, orang-orang sudah mulai berdatangan, Ibu jualan pisang goreng dan kopi di sini.
Saya terpekur mendengar cerita pemilik kedai kecil ini. saya beristirahat di warung paling pojok di “puncak ammarung”. Saya suka tempat ini, di depan saya berdiri kokoh bebatuan karts yang konon katanya merupakan karts terbesar ke dua di dunia. Paradoksal memang, Siapa sangka dibalik keindahan tempat ini masih ada jerit tangis warga yang dibekap oleh kemiskinan. Nyatanya tak selamanya apa yang tampak indah di luar akan terlihat indah juga di dalam
Landscape yang paling saya sukai persis di sana, bebatuan tinggi saling berhadap-hadapan menyisakan sedikit cela seprti sebuah pintu yang bisa membawa kita ke dunia lain, dunia paralel. Cela bebatuan itu mengingatkan saya pada lukisan-lukisan dalam imajinasi saya dulu. Angin berhembus malas, tampat ini gerah, pengap dan panas. “Puncak Ammarung” begitu orang-orang sini menyebutnya, saya tidak tau pasti mengapa tempat ini diberi nama puncak ammarung. Mungkin karena ketika angin berhembus, atau hujan turun dengan derasnya, tempat ini meraung-meraung seperti menangis. Begitu penjelasan singkat si Ibu. Tempat ini dipenuhi dengan bebatuan karang berserakan dimana-mana. Beberapa kedai berjejer rapi di sini, namun hanya dua kedai ini yang terbuka, kedai pertama setelah penanjakan tadi, dan kedai ini, bagian terujung puncak ammarung.
Pesona Hutan Batu
Salah satu tempat yang tak boleh terlewatkan di Ramang-ramang ini adalah hutan batunya. Hutan batu di Maros ini masuk dalam kategori UNESCO sebagai World Heritage (warisan dunia) kategori Natural. Kawasan Karst Maros ini juga dikenal sebagai Hutan Batu Terbesar dan Terindah Kedua di dunia. Posisi pertama diduduki oleh Taman South China Karst, Yunnan, Cina.
Konon katanya Hutan batu ini sudah terbentuk sejak beribu-ribu juta tahun lamanya. Para geologiwan menggolongkan batuan penyusun kawasan kars ini berumur antara Eosen sampai Miosen Akhir. Pembentukannya sebagai akibat aktivitas air pada areal batugamping, sehingga terjadi pelarutan dan membentuk bentang alam kars yang khas. Berbeda dengan kebanyakan kawasan kars di tempat lain yang umumnya berbentuk conicall hill karst (kars berbukit kerucut), di Maros-Pangkep bukit-bukitnya berlereng terjal membentuk bangun menyerupai menara yang sangat khas. Di dunia, bentuk khas seperti kars Maros-Pangkep ini dikenal sebagai tower karst atau kars menara. Keberadaannya dapat berdiri sendiri maupun berkelompok, membentuk gugusan pebalahgunungan kars yang menjulang tinggi*
Abaikan Penampakan Jomblo Kadaluarsa di belakang itu |
Kita bisa menikmati keindahan hutan batu ini dari beberapa sisi. Pertama dari jalam masuk ke dermaga dua. Sebelum sampai di dermaga dua, kedua di dekat dermaga satu dari sisi lain. Jika kalian kebetulan berangkat dari dermaga satu maka sisi lain hutan batu ini bisa dinikmati tepat disebelah kanan tak jauh dari dermaga satu. Namun jika kita berangkat dari dermaga dua kita harus melawan arah dulu. Saya terkagum-kagum menyaksikan hamparan hutan batu yang membentang panjang ini. kita seperti berada di suatu dimensi yang berbeda, namun sayangnya tempat ini sepertinya tinggal menghitung waktu. Perusahaan semen raksasa tak jauh dari tempat ini perlahan tapi pasti akan memborbardir tempat ini, mengubahnya menjadi bersak-sak semen. Menjadi pundi-pundi uang bagi segelintir orang.
Terhipnotis Keindahan Perut Gunung
Dari penelusuran Geomagazin setidaknya terdapat sebanyak 30 gua dari 268 mulut gua telah diidentifikasi secara lengkap oleh Bappeda dan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sulawesi Selatan. Gua-gua tersebut rata-rata memiliki stalaktit dan stalagmit yang indah. Sebagian dari gua yang ditemukan, ternyata merupakan habitat kelelawar. Gua-gua tersebut membentuk lorong yang menakjubkan dan sebagian berfungsi sebagai sungai bawah tanah dengan debit aliran sangat besar. Salah satunya keluar sebagai sungai dan air terjun Bantimurung. Hingga kini, gua terdalam dan terpanjang di Indonesia pun ditemukan di kawasan kars Maros-Pangkep. Gua terdalam berbentuk sumur tunggal dengan kedalaman 260 m ditemukan di Leang Leaputte, sedangkan gua terpanjang diperkirakan mencapai 27 km ditemukan pada sistem Gua Salukkan Kallang.
Goa Berlian |
Lepas dari mulut cela kita harus mendaki ke bibir goa dengan tingkat elevasi yang lumayan miring. Bukan pendakiannya yang menyiksa namun tapak setapak diatas bebatuan cadas itu yang membuat saya meringis bila salah langkah. Dari mulut goa kita akan memanjat dengan menggunakan tangga kayu kurang lebih 5 meter, dan bagian tersulitnya sebelum sampai ke perut goa ini adalah lagi-lagi kita harus melewati cela kecil bebatuan yang saya bisa pastikan bagi mereka yang memiliki ukuran celana di atas 34 dijamin pasti tidak akan mampu melewati cela kecil ini.
Celanya Pres Body, Orang buncit dilarang lewat |
Goa Kunang-Kunang |
Gua ke dua yang kami datangi adalah Gua kunang-kunang. Tempatnya kurang lebih sekitar 2 atau 3 kilo dari dermaga dua. Lumayan jauh memang, sebaiknya minta tolonglah warga sekitar buat jadi guide kalian bila ingin berkunjung ke tempat ini. selain untuk memajukan perekonomian masyarakat sekitar, menemukan tempat ini memang tak muda. Meski awalnya saya enggang untuk menuju ke sini namun saya mendapatkan pegalaman yang berbeda di goa ini, saya menyaksikan keindahan perut gunung di gua ini,. Ini kali pertama saya melihat goa seindah ini. sebuah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan.
Goa ini dipenuhi dengan stalaktit dan stalakmi yang indah batu-batu ini mengeluarkan cahaya berkelap kelip seperti kunang-kunang. Menakjubkan. Mengagumkan. Konon katanya dahulu Goa ini merupakan istana kunang-kunang, namun faktanya jika kita memasuki area dalam goa ini, setelah mencapai kedalaman kurang lebih 20 meter kira akan menemukan sebuah bongkahan batu yang mirip altar yang mana jika bebatuan itu terkena cahaya dari lampu senter kita makan bebatuan itu akan memantulkan cahaya berkelap kelip seperti kunang-kunang. Selain itu beberapa bagian stalaktit dan stalakmi bila dipukul-pukul akan mengeluarkan suara yang merdu, saya tercengang. Perut gunug batu ini menyimpan banyak rahasia keindahan dalam kegelepannya.
Dibanding gua berlian perut gunung batu tempat gua kunang-kunang ini lumayan luas, namun karena alat penerangan saya tidak bekerja maksimal saya takut-takut melangkah, takut merusak ekosistem yang ada di dalam perut gunung ini.
Ilham, bocah kecil kelas 4 sd dengan sigap mengantar kami ke atas mulut goa. Kaki-kaki kecilnya ringan melangkah, seakan telah begitu hafal dimana seharusnya memijak. Untuk sampai ke aula goa yang luas ini bisa dibilang tidak mudah, kita harus mendaki dua tangga yang lumayan tinggi. Namun perjuangan itu tidak sia-sia.
Goa ini masih sangat alami, belum di ekspos dan dikomersilkan. Bahkan kita tidak ditarik biaya apapun untuk masuk ke dalam goa. Nenek Sutina penjaga goa hanya menyewakan alat penerang di depan mulut goa. Cucunya si ilham juga tidak memasang tarif untuk menjadi guide kita menyusuri goa ini. seikhlasnya buat tambahan biaya sekolah katanya.
Namun meski demikian saya rasa alangkah bijak jika kita sedikit berbagi dengan mereka yang ada di sana. Bukankan tujuan untama dari parawisata adalah meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Bila memiliki rezeki sedikit berlebih jangan pelit-pelit membelanjakan uang kalian pada masyarakat sekitar. Belanjalah di warungnya, belilah jualan mereka meski kalian tidak terlalu membutuhkan.
Sebenarnya masih banyak tempat yang bisa dikunjungi di Ramang-ramang ini namun waktu saya sangat terbatas, saya di ramang-ramang dari jam 9 pagi dan kami meninggalkan tempat ini menjelang magrib. Saya masih merasa wajib untuk datang ke tempat ini. masih banyak cela bebatuan yang harus ku lihat. Saya bahkan mengagendakan untuk menginap di tempat ini suatu hari nanti. Semoga saja keinginan saya itu bisa terwujud. Selain tempat-tempat diaats setidaknya ada banyak tempat lagi yang masih layak dikunjungi di Ramang-ramang.
Seru banget ya di sana,, dan masih sepi gitu gak sih
ReplyDeleteiya, lebih seru kalau sempat nginep. sayangnya saya belum sempat, mungkin lain kali kalau ke sini lagi diagendakan bermalam. btw thanks sudah mampir di mari
Delete