gambar milik sendiri Judul: To Live ‘Hidup’ Penulis: Yu Hua Penerjemah: Agustinus Wibowo Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Terb...

Resensi Novel To Live

gambar milik sendiri

Judul: To Live ‘Hidup’
Penulis: Yu Hua
Penerjemah: Agustinus Wibowo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan pertama, 2015
Tebal : 224 halaman
Rate: 5/5

Satu-satunya yang membuatku tertarik membaca buku ini awalnya hanya  karena nama besar penerjemahnya “Agustinus Wibowo” traveler writer yang menuliskan teriologi Titik Nol, Selimut Debu dan Garis Batas itu, buku yang banyak mengubah pandanganku tentang bagaimana kita melihat suatu perjalanan.

Agustinus Wibowo menerjemahkan buku “To Live” karaya  Yu Hua ini begitu sempurna, mungkin karena kesamaan etnis yang membuatnya begitu nyaman membahasakannya kembali dalam dalam bahasa Indonesia. To Live terlalu tragis menurutku, saya belum pernah membaca novel setragis ini sebelumnya. Menyedihkan dan begitu tidak adil bagi pemeran utamanya. Fugui sang tokoh utama harus mengalami kesedihan demi kesedihan dalam hidupnya, kebangkrutan yang tragis dan kematian demi kematian anggota keluarganya satu persatu. Kematian yang begitu absurd dan menyakitkan. Buku ini begitu sempurna menggambarkan penderitaan seseorang. Namun uniknya Yu Hua menggambarkan peristiwa itu begitu sederhana, begitu natural, bahwa hidup dan mati sepertinya memang hanya sesederhana itu, sesederhana penulis novel menentukan kapan satu tokoh dalam cerita harus berakhir. Begitu manusia hidup maka suatu saat pasti akan mati, kehidupan dan kematian hanya peristiwa alam biasa yang memang akan dihadapi semua manusia. Sebuah narasi kematian yang begitu polos. 

Yu Hua begitu luar biasa menarasikan buku ini. Karakter setiap tokoh digambarkan begitu kuat. Bukan hanya kisah si pemeran utama Fugui yang membuatku jatuh cinta pada buku ini, ada tokoh-tokoh pendukung lain yang digambarkan begitu baik. Ada Youqing, Fengxia dan Jiazhen juga ada menantu Fugui yang berkepala miring itu serta cucunya yang meski hanya mengambil sedikit bagian dalam buku ini juga memberikan warna yang unik dalam kisahnya.   

To Live adalah buku tentang Cina, mengambil setting pada masa revolusi kebudayaan dimana kegagalan demi kegagalan pemerintahan Cina masa itu menyebabkan penderitaan dan bencana kelaparan yang luar biasa pada rakyatnya. Karya ini merupakan karya kontroversial yang fenomenal, topik revolusi kebudayaan dan kritikan terhadap kebijakan rezim pada saat itu masih menjadi isu sensitif di China. Meski sempat dilarang beredar di Cina, buku ini telah meraih berbagai penghargaan Internasional, telah difilmkan dan telah diterjemahkan ke lebih dari 20 Bahasa. 

Berikut beberapa petikan yang kusukai dari buku ini:
 “Your life is given to you by your parents. If you don't want to live, you have to ask them first.”― Yu Hua, To Live
“No matter how lucky a person is, the moment he decides he wants to die, there's nothing that will keep him alive.” ― Yu Hua, To Live
“Orang hidup itu yang penting senang, jadi miskin pun tak ada yang perlu ditakuti.”—To Live ‘Hidup’, hlm. 39
“Manusia hidup itu lebih baik biasa-biasa saja. Berjuang demi ini, berjuang demi itu, berjuang ke sana-sini, akhirnya juga hilang nyawanya sendiri.”—To Live ‘Hidup’, hlm. 208

0 komentar: