Judul asli: Ring of Fire, An Indonesian Odyssey
Judul buku: Ring of fire, Indonesia Dalam Lingkaran Api
Penulis: Lawrence dan Lorne Blair
Penerjemah: Tyas Palar
Jumlah Halaman: 400 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: Ufuk Press
Tahun terbit: 2012
Siapa sangka
Alfred Russel Wales penemu Wallance line dan teori natural selection yang konon merupakan cikal bakal atau
landasan kuat teori evolusi Carles Darwin "origin of species" pernah
berkeunjung ke nusantara pada abad ke
19. Walles menulis penemuannya “ The Malay Archipelago: The Land of The
Orangutan and The Birds Paradise (1869)”. Tulisan ini didasarkan catatan
perjalanannya dipulau-pulau disebelah timur Singapura pada tahun 1850an. dan uniknya dia bepergian sendiri selama
delapan tahun melalui kepulauan rempah terbesar di dunia dan yang paling jarang
dijelajahi oleh bangsa manapun.
Dari buku itulah
yang menginsprisai Blair bersaudara Lawrence dan Lorne memulai petualangannya
menemukan Burung Surga bersurai kuning itu di kedalaman hutan kepulauan Aru.
Tempat pertama yang dia datangi di Indonesia adalah Makasar, tempat para pelaut
ulung dan perompak bugis yang terkenal kuat dan tampa rasa takut mengarungi
samudera. Layar Kapal mereka berwarna
hitam menggambarkan kengerian dan sangat menakutkan bagi semua pelaut
yang berpapasan di samudera.
Degan
memanfaatkan keahlian melaut suku bugis dan memanfaatkan angin musone, petuaalngan
Blair bersaudara bermula. menempueh jarak 1.500 mil melalui kepulauan
rempah-rempah dan menyeberangi laut banda, Blair mencatatatkan dirinya sebagai
orang barat pertama yang merekam secara langsung burung cendrawasi menari di
habitatnya di kepulauan Aru. Selama lebih dari dua dekade di Indonesia Blair
bersaudara menjelajahi Nusantara. Keduanya melawat banyak tempat, antara lain
Krakatau, Bira, Toraja, Aru, Borneo serta Asmat. Proyek Ring of Fire dimulai
pada 1972 dengan dana bersumber antara lain dari BBC dan Ringo Starr, penabuh
drum The Beatles. Buku Ring of Fire terbit pada 1988. Versi filmnya yang tidak
bisa dipisahkan dari buku ini terdiri
dari lima episode, diluncurkan oleh PBS dan BBC juga pada 1988. Episode
pertamanya, Spice Island Saga, menuturkan ekspedisi napak tilas Alfred Russel
Wallace menaiki pinisi sementara episode selanjutnya membahas banyak tempat
yang dikunjungi dan sempat didokumentasikannya di Indonesia. Film dokumenter
yang terbagi menjadi 5 potongan film ini menjadi salah satu film dokumenter
tentang Indonesia yang paling banyak ditonton dan terlaris sejauh ini.
Bab-bab pertama buku
ini banyak membahas bagaimana suku bugis di pesisir sulawesi dan kempuan melaut
mereka yang terkenal tangguh dan bengis. selain itu pada bab-bab awal di buku ini, Blair menceritakan pengalamannnya mengadiri pemakanan Raja Terakhir orang
Toraja, Puang Sangkala. pemakaman yang megah, sakral dan mistis.
Pada Sesi
selanjutnya, Blair menceritakan kekagumannya pada hewan Purba sisa jaman
prasejarah Naga Komodo di Pulau komodo juga pemandangan bawah laut yang
menakjubkan di perairannya. Tak jauh dari Komodo, pertempuran antara
kesatria-kesatria berkuda di Sumba juga menarik perhatiannya. perpaduan antara
tradisi berkuda yang tangguh dan pemandangan bebukitan yang indah serta
kehidupan masarakat desa yang begitu harmonis dengan alam serta kepercayaan dan
tradisi mistis nenek moyang yang masih
sangat kuat juga kecanduan mereka
terhadap sirih. Perjalanan Blair terus berlanjut termasuk persinggahan mereka
di Buton dan sambutan meriah kesultanan Buton pada saat itu, dan bagaimana dia
secara tidak sengaja menemukan ikan yang berwarna biru cerah dengan sorot mata
setajam lampu 5 wat yang mengeluarkan cahaya seperti aurora, peristiwa terlangkah
dan paling menakjubkan yang dia temui di perairan Bandanaira.
Selanjutnya pada
separuh halaman buku ini Blair
menceritakan pertemuannya dengan suku Asmat. Menumpang penerbangan gratis yang
membawanya ke pedalaman Papua. Blair bertemu dengan suku kanibal. Suku Asmat.
Blair mendokumentasikan dengan baik bagaimana suku ini bertahan secara
mengangumkan dijantung hutan primer Papua Nugini. Blair menghabiskan waktu
berhari-hari di Asmat. Berusaha memahami suku Asmat seperti apa adanya. Bahkan
berhasil menemukan sejumlah fakta tentang hilangnya Michael Rockefeller, putra
bungsu gubernur negara bagian New york, Nelson Rockefeller sekaligus cicit John
D. Rockefeller, pendiri standar oil company yang juga merupakan salah satu
orang paling kaya dalam sejarah ummat manusia.
Buku ini
benar-benar didasarkan penelitian ilmiah, berlatar belakan pendidikan
antropologi yang sangat relevan dengan pendekatan Etnographi naturalisyang dia
gunakan. Blair bersaudara kadang kala harus berdiam diri disatu tempat hanya
untuk memahami dan menjelaskan fenomena yang tampak sebagaimana adanya.
Pemahaman yang mendalam seperti itu tidak bisa didapatkan dengan hanya melihat
sekilas, pemahaman akan sesuatu harus didasarkan dari interaksi, keterlibatan
yang intens dan kemapuan memahami apa yang menjadi makna mendasar dari suatu
peristiwa dan budaya sebagaimana ciri khas penelitan etnographi.
Membaca
Indonesia melalui buku tipis yang hanya setebal 400an halaman ini tentunya
masih sangat kurang. Keragaman budaya Indonesia terlalu luas dan terlalu
singkat jika hanya dipelajari dalam kurung waktu satu atau dua dekade. Butuh
waktu bertahun-tahun memang untuk
memahami multikulturalisme yang ada di Indonesia. Sayangnya budaya-budaya unik
itu sedang terseok-seok melawan jaman, hampir punah terbentur dengan
perkembangan zaman yang semakin modern dan materalistis.
Buku ini
menurutku buku catatan perjalanan terbaik tentang Indonesia sejauh ini yang
pernah saya baca, pun diterjemahkan
dengan sama baiknya oleh Tiyas Palar.
Satu-satunya kekurangan buku ini adalah rentang waktu yang terlalu jauh antara
zaman saya membacanya dan era yang diceritakan Blair. Banyak hal telah berubah
di Indonesia. Saya sangat menyesal kenapa buku sebagus ini baru saya temukan
sekarang. Mewakili penduduk Indonesia saya
merasa berkewajiban mengucapkan banyak
terimakasih kepada Lawrance dan Lorn Blair karena telah mendedikasikan hidupnya
untuk menghasilkan karya tentang Indonesia yang begitu luar biasa ini. Saya
rasa bahkan orang Indonesia sendiri pun tidak banyak yang memiliki minat
seperti apa yang telah dilakukan oleh mereka. Sekali lagi, terimakasih Lawrence
dan Lorne Blair untuk karya yang luar biasa ini.
0 komentar: