Welcome  To Johor Baru. Gambaran awal saya mengenai Johor Baru seperti perbatasan Indonesia dan Malaysia dI Kalimantan. Sepi dan pen...

Melintas Batas Part V: Negeri Jiran yang Menggoda


Welcome  To Johor Baru.
Gambaran awal saya mengenai Johor Baru seperti perbatasan Indonesia dan Malaysia dI Kalimantan. Sepi dan penuh dengan perkebunan kelapa sawit. Saya keliru, Johor Baru kota yang besar. Bangunan-bangunan menjulang tinggi. Bahkan terminal Busnya lebih keren dari bandara udara di tempatku.  Saya berdecak. Beberapa saat yang lalu paspor saya baru saja di stempel di pintu imigrasi Malaysia. Di sini Imigrasi terbilang longgar, orang-orang Malaysia cenderung lebih ramah dan sopan dibanding orang Singapura. Saya hanya ditanya beberapa pertanyaan umum seperti berapa lama di Malaysia, akan bermalam di mana, akan ke mana saja dan beberapa pertanyaan kecil lainnya. Saya melenggang mulus melewati imigrasi Malaysia sambil tersenyum puas. Saya resmi telah berada di Negeri Jiran ini.

Berbeda dari Indonesia, Malaysia sendiri merupakan negara federal yang terdiri dari tiga belas negeri (negara bagian) dan tiga wilayah federal. Ke-13 negara bagian Malaysia adalah: (1) Johor, (2) Kedah, (3) Kelantan, (4) Melaka, (5) Negeri Sembilan, (6) Pahang, (7) Perak, (8) Perlis, (9) Pulau Pinang, (10) Sabah, (11) Sarawak, (12) Selangor, dan (13) Terengganu. Selain itu terdapat 1 wilayah yang merupakan teritori federal yaitu (Wilayah Persekutuan) yang terdiri atas 3 wilayah pembentuk yaitu (1) Ibukota Kuala Lumpur, (2) Labuan, dan (3) Putrajaya.

Saya masih terbengong-bengon di Johor Baru Chekpoint (JBC). Terkagum-kagum melihat kemegahan tempat ini. Tempatnya tidak mirip  pintu lintas batas melainkan lebih mirip pusat perbelanjaan mewah. Beberapa gerai makanan cepat saji pun ada di sini.  Hal pertama yang kulakukan adalah mengganti kartu hp. Paket internet seminggu hanya sebesar 20 Ringgit saja.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku sholat lima waktuku ku lakukan di tiga negara berbeda. Tadi pagi saya masih Sholat subuh di Batam Indonesia, siangnya saya sholat duhur dan ashar di masjid Sultan Singapura sementara malam ini saya Sholat maghrib dan isya di Musolah kecil di pojok Johor Baru Checkpoint Malaysia.  Bebeda dengan Singapura, di sini saya tidak kesulitakan menemukan tempat sholat seperti halnya di Indonesia.

Setelah sholat tak sengaja saya kembali dipertemukan dengan malaikat penolong. Kali ini seorang mahasiswa yang masih memiliki berdarah Indonesia, bahkan beberapa kali dia sempat berkunjung ke Indonesia kenangnya.  Dia mengantar kami ke Terminal Larkin, terminal regional di Johor. Dari terminal ini kita bisa menjangkau seluruh penjuru Malaysia.

Kuala Lumpur: Negeri Jiran yang Menggoda 

Saya meringkuk kedinginan di pojok masjid Negara Malaysia di Kuala Lumpur. Menyaksikan dari ketinggian ini Kuala Lumpur di subuh hari. KL Tower terlihat indah di seberang sana. Ujungnya  memancarkan cahaya biru seperti cahaya Bulan. Bendera Malaysia berbagai ukuran terbentang di mana-mana. 31 Agustus besok  Malaysia akan merayakan hari kemerdekaannya.

 Rasa-rasanya baru beberapa jam yang lalu saya berlari-lari kecil di stasiun bawah tanah Harbourfront, mengejar MRT ke Woodlands Checkpoint, bagian terujung Singapura yang membatasi dengan Negeri Tetangganya Malaysia. Paspor saya di stempel dan saya diijinkan meninggalkan Singapura seperti di tendang.

Subuh ini saya tiba-tiba sudah di KL, perjalanan panjang nan melelahkan dari Johor Baru di tempuh hampir 5 jam lamanya. Beberapa menit yang lalu saya masih berada di terminal bersepadu selatan di Selangor.  celingak celinguk kebingungan tanpa tujuan. Satu-satunya tempat yang terpikir olehku adalah masjid.

Berbekal aplikasi pinta uber saya memesan taksi online itu dan memintaku mengantar ke Masjid ini. Subuh di Malaysia satu jam lebih lambat di banding subuh di Indonesia. Sholat subuh baru akan di mulai pada pukul 06.00 pagi, Subuh yang terlalu siang menurutku. Perbedaan sejam itu pada awalnya membuatku bingung, bahkan di masjid Sultan di Singapura saya sempat di tegur oleh jamaah masjid karena saya sholat duhur lebih cepat sejam dari waktu seharusnya.

Satu-satunya tempat di KL yang ingin ku kunjungi hanyalah twins towers. Seperti kata orang-orang tak afdal rasanya jika ke KL tak berkunjung ke menara Petronas ini. Sama halnya di Singapura kalo belum ke Marlion Park dan berfoto dengan latar kepala Singa yang memancarkan air dari mulutnya itu belum di kata pernah ke Singapura.  Seorang teman yang sering berlalu lalang ke luar negeri menertawakanku, percuma keluar negeri kalo hanya ingin mengunjungi tempat-tempat seperti itu. Tempat yang dikunjungi kebanyakan orang.

 “Tak apalah, saya ingin menjadi pelancong kebanyakan itu”. Begitu kilahku. Saya hanya ingin menikmati perjalananku, apapun bentuknya. Menikmati setiap momen yang kulewati di tempat-tempat yang ku kunjungi. Saya sungguh hanya ingin menikmatinya, dulu waktu kecil saya tidak pernah terbayang bisa bertualang sejauh ini, melintasi batas-batas negeri. Bahkan dulu diwaktu kecil saya tidak pernah bermimpi bisa bepergian dengan pesawat terbang.  saya hanya seperti kebanyakan anak kampung lainnya dengan mimpi-mimpi yang sangat terbatas, berlari-lari kecil mengejar pesawat yang kebetulan melintas di atas langit kampungku. Berteriak kencang meminta di jatuhkan uang dari langit. Tanpa pernah berfikir mana mungking mereka di atas ketinggian beberapa puluh ribu mdpl itu bisa mendengar suara cempreng kami.

Dulu waktu saya kecil, saya sering berkhayal, bagaimana rasanya berada di atas sana. Bagaimana rasanya berada dilangit. Diatas awan, di atas gunung. Bagaimana jika malam hari bisakah kita memegang bitang yang berkelip kelip itu. Khayalan-khayalan konyol anak-anak kecil. Hingga saya akhirnya memahami, langit tak pernah sedekat tampaknya, bintang tak secantik yang kita bayangkan. Kita tertipu oleh mata kita sendiri.

Pagi-pagi saya sudah berada di Twins Towers, berpose ala-ala. Saya terkagum-kagum memandangi Petronaks Tower ini. Terlihat tinggi dan begitu megah. Twins Towers merupakan ikon negeri ini. Saya tiba-tiba teringat monas. Ikon negeri tercinta kita itu. Berkali-kali saya ke Jakarta saya belum pernah sekalipun menyempatkan mampir ditempat ini, bahkan ketika saya harus menetap selama beberapa bulan di ibu kota itu, saya tidak sekalipun menginjakkan kakiku di sana. Saya tiba-tiba merasa menghianati negeriku.

Kuala lumpur terlihat asri, pohon-pohon tinggi di sepanjang jalan. Burung-burung liar berbulu cantik beterbangan tanpa rasa takut. Berebut makanan di trotoar jalanan. Batinku jika burung-burung secantik ini berkeliaran di jalan-jalan  Jakarta, saya pastikan dalam waktu dekat burung itu sudah terpajang dengan cantik di pasar burung pramuka.  Tak jauh dari Twins Towers terdapat rumah makan India di pinggir jalan, tepatnya di pasar tradisonal yang saya lupa namanya. Makanannya murah meriah. Saya mencicipi nasi kari India. Rasa karinya kental dan bumbu rempahnya terlalu kuat. Perutku memanas.

Setelah sarapan tempat yang terpikir olehku adalah batu caves. Salah satu objek wisata yang di rekomendasikan jika berkunjung ke Kuala Lumpur. Batu Caves sendiri hanyalah kompleks peribadatan umat Hindu. Yang membuatnya istimewa dikarenakan di sana ada patung  besar yang berbalut warna emas. Patung Dewa Murugan tampak menjulang tinggi. tingginya mencapai 43 meter dan konon katanya patung ini merupakan patung Dewa Hindu yang tertinggi di dunia.


Selain keindahan patung Dewa Murugan, Batu Caves juga memiliki 3 gua utama dan gua kecil. di pintu masuk vihara ini kita akan disambut ratusan burung dara yang siap menjadi objek foto. Ditambah dengan latar belakang 272 anak tangga menuju kuil dan patung Dewa Hindu itu.

Kami menggunakan taksi online menuju ke sana, hanya 14 ringgit saja jika di konversi ke rupiah kurang lebih 50.000 untuk jarak yang lumayan jauh, sekitar 25 menit berkendara. Di banding Singapura, orang-orang Malaysia cenderung lebih santai. Lebih bersahabat. Lebih sopan dan lebih cantik (hahahhahaha). Suku Melayu masih mendominasi di sini. Kita masih cenderung lebih leluasa bercakap-cakap. Saya tidak merasa tertekan dan terintimidasi. Tidak ada tatapan sinis dan merendahkan. Meski sentimen Indonesia dan Malaysia sedang hangat-hangatnya karena persoalan bendera terbalik. Bakan karena kebaikan orang-orang melayu itu saya berkesempatan menonton closing ceremony sea games di bukit jalil dengan tiket  gratis.

Seorang bapak-bapak mengajak saya bercakap-cakap. Dia tampak terkaget, katanya bahasa kita tidak terlalu berbeda. Dia lumayan faham dengan bahasa Indonesia  yang saya gunakan, kecuali jika saya menggunakan bahasa slank katanya. saya nonton Upin dan Ipin tiap hari, jawabku. dia tertawa lebar. 

Bersambung

0 komentar: