Judul : The Geography of
Bliss
Penulis : Eric Weiner
Penerjemah : M. Rudi Atmoko
Cetakan I : November 2011
Tebal : 512 hlm
internet |
"Perjalanan
itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, perjalananmu bukanlah perjalanku."
(Paul
Thereoux dalam Eric Weiner, the Geography of Bliss)
Buku ini berkisah tentang seorang
penggerutu Eric Weiner yang mencoba menemukan definisi dan arti dari “kebahagiaan”.
Eric melakukan petualangan ke berbagai negara, dari Belanda, Swiss, Bhutan, hingga
Qatar, Islandia, India, dan Amerika untuk mencari tahu apa yang membuat
orang-orang di sana bahagia atau murung. Buku ini adalah campuran aneh tulisan
perjalanan, psikologi, sains, dan humor.
Seperti dugaanku, pada akhirnya
buku ini tidak menyimpulkan apapun tentang definisi kebahagiaan. Karena memang
pada dasarnya kebahagiaan itu punya banyak definisi. Tidak pernah benar-benar ada kesepakatan
universal untuk mendefinisikan arti dari kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan
bisa berarti apapun.
Di Belanda misalnya, penulis
menyimpulkan kebahagiaan adalah angka sementara di Swiss orang-orang menganggap
kebahagiaan adalah kebosanan. Bayangkan coba bagaimana mungkin kebahagiaan bisa
berarti angka dan kebosanan tapi begitulah buku ini, penuh banyak kejutan yang
menarik. Di Islandia dan Thailand kebahagiaan malah terdengar lebih lucu. Orang-orang
di Islandia menganggap kebahagiaan adalah kegagalan sementara di Thailand diidentikkan
dengan tidak berfikir.
Sayang sekali si Penulis tidak
mengunjungi atau menjadikan Indonesia sebagai salah satu objek penelitiannya. Di Indonesia definisi kebahagiaan justru
semakin absurd. Orang-orang bisa bahagia hanya karena perkara-perkara sepele.
Kaum alayers misalnya, mereka
bisa bahagia hanya dari like and share status facebooknya. Hanya karena foto
selfie monyongnya di medsos banyak mendapat jempol dan komentar. Followers
instagramnya semakin banyak. Atau pengikutnya di twitter sudah jutaan.
Para Ibu-ibu bisa bahagia hanya
karena durasi sinetron India di tivi semakin diperpanjang. Bapak-bapak bisa
bahagia karena tokoh pilihannya yang selama ini dipuja pujinya memenangkan
pemilu. Kaum hedon bisa bahagia jika mampu membayar segelas kopi dengan harga
ratusan bahkan hingga jutaan rupiah. Marketing MLM selalu terlihat bahagia meski
hanya bisa berfoto di depan mobil mewah yang konon katanya bonus dari usaha
MLMnya selama ini. Para ikhwan bisa bahagia hanya karena bisa terbebas dari
pertanyaan kapan nikah. Para mahasiswa bisa bahagia karena tugas akhirnya di acc dosen
pembimbingnya. Atau yang lagi trend saat ini orang-orang bisa puas berbahagia
jika menemukan objek bulliying di media sosial.
Di Indonesia kebahagiaan bisa berarti
apa saja, bisa ditemukan dimana saja. Pendeknya di Indonesia semua orang ingin
tampak bahagia dengan definisinya masing-masing, entah itu harus pura-pura
bahagia atau memang sedang berbahagia.
Buku ini kuberi 3 bintang di
goodreads, bukan berarti buku ini tidak layak dibaca. Banyak hal menarik yang
bisa dipelajari dari catatan perjalanan si Eric ini. Sayangnya buku ini
diterjemahkan secara serampangan oleh penerbit XXX itulah mengapa buku ini
hanya kuberi tiga bintang. Saya berharap suatu hari nanti bisa memiliki versi
asli dari buku ini biar bisa menangkap kisah si penulis secara utuh tidak
direduksi dengan transletan yang awut-awutan.
0 komentar: