“ Sering kali
pemahaman hidup justru datang dari hal-hal sungguh biasa
Sangat-sangat
biasa malah ” AM
Deru kereta melaju kencang, tak
terasa saya telah duduk 4 jam di kursi
14d gerbong 1 kelas ekonomi milik Malioboro ini. Roda berputar cepat, secepat
ingatanku berputar dan berpiling ke masa-masa lalu. Ini perjalanan panjang saya
sendiri, mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi. Kenanganku
tiba-tiba saja berputar begitu jauhnya, menikmati lagi perjalanan-perjalanan
panjang saya yang lain, Jogja, Bali, Lombok dan perjalanan-perjalanan jauh
lainnya, bedanya kali ini saya benar-benar sendiri.
Beberapa jam lagi kakiku akan
menapak Solo, kota dengan keramahan penduduknya yang begitu terkenal. Satu
persatu tempat-tempat dalam catatan kehidupanku telah kupijak, memberiku
keyakinan akan dahsyatnya kekuatan mimpi. Bagi sebagian orang,
perjalanan-perjalanan seperti ini mungkin sangat-sangat biasa, tapi bagiku
seseorang yang terlahir di pelosok negeri yang hampir tidak di temukan dalam
peta Indonesia ini memiliki makna yang begitu dalam.
Kereta melaju kencang, melewati
tempat-tempat indah, sungai-sungai panjang, hamparan-hamparan sawah yang luas.
Dari kejauhan tampak gunung-gunung berdiri begitu kokoh menyombongkan
keperkasaannya. Saya terus menerawan jauh, mencoba meraba dan memaknai
perjalanan hidup saya ini.
Seorang bapak-bapak usia pensiun
duduk di depanku, tersenyum ramah dan menyapa. Perjalanan panjang kami akhirnya
di penuhi cerita-cerita masa lalu si bapak (saya lupa menanyakan namanya).
Beliau yang ternyata alumni salah satu dosen di Universitas Negeri di Malang banyak bercerita dan mengenang
masa-masa lalunya.
Membaca lagi masa lalu, seakan
mengingatkan kita begitu banyak yang telah terlewatkan. Teman, sahabat,
kekasih, kampung halaman tercinta, masa-masa kecil yang indah, masa-masa
sekolah dan orang-orang yang datang dan pergi dari kehidupan kita. Tak terasa
setitik air membasahi sudut matanya. Dai terdiam cukup lama, menatap nanar
keluar jendela. Mungkin menjelajahi lekukan takdirnya, pikirku.
Pahatan takdir memang selalu memahat
lakunya sendiri, kita tidak pernah bisa menebak ukirannya akan menghasilkan
keindahan seperti apa. Kita tak pernah bisa tahu lekukannya akan menghasilkan
bentuk seperti apa. Kita hanya terus menerus bisa meraba dan mencoba menjalani
semuanya dengan hati lapang.
14.30 WIB, Kereta berhenti di
Stasiun Solo Balapan, juga berarti menandakan akhir dari perjalananku kali ini.
Saya di sambut hangatnya matahari Solo. Selamat datang Solo.
Solo, 1 April 2014
0 komentar: