Detak jantung yang Bertaut
Sahabatku pernah berkata, memiliki seorang
putri ibarat kau memiliki dua jantung yang berdetak. Satu melekat di dadamu dan
satu lagi melekat di dada puterimu. Dahulu saya menertawakan perumpamaan ini,
menganggapnya terlalu berlebihan. Belakangan begitu putri kecilku lahir, saya
menyadari ungkapan ini sepertinya memang tak berlebihan. Jantungmu dan jantung puterimu seperti detak
jantung yang saling bertaut. Dihubungkan oleh sebuah garis koneksi portabel tak
kasat mata. Kau seakan-akan bisa merasakan detak kecil di dada mungil itu.
31 Agustus 2021 jam 01.30 tengah malam buta, hari ketika anak gadisku
pertama kali menghirup udara di dunia fana ini. Hari pertama kali statusku juga
berubah menjadi seorang “ayah”. Hari dimana sebuah rasa hangat yang tak
kufahami menjalari semua rongga dadaku. Pertama kali kutatap wajahnya, saya
tertegun. Wajah bulat putih itu, suara tangis kecil itu. Lahir dari rahim
istriku. Aku melihatnya dengan pasti, melihat detik-detik bayi kecil mungil itu
tetiba hadir. Menangis kecil tertahan. Aku melihat semua proses itu dengan
perasaan tak karu karuan. Aku ingin menangis.
Dahulu saya selalu berfikir, anak-anak
adalah beban panjang yang harus ditanggung orang tuanya. Kewajiban yang harus
dia pikul di pundaknya seberat apapun itu. Dahulu saya selalu merasa, betapa
menjadi anak ini memberi begitu banyak penderitaan pada orang tuaku. Mereka
rela untuk tidak menjadi apa-apa hanya untuk melihat anak-anak mereka jengkal
demi jengkal melangkah menggapai apa-apa yang mereka mimpiku. Mengorbankan
semuanya, semua yang mereka punya. Bukan hanya harta, masa muda, masa emas
mereka. Usia mereka. Semua yang ada pada mereka, mereka korbankan. Dahulu sebelum putriku lahir, pandanganku
tentang hubungan anak dan orang tua selalu seperti itu.
Belakangan setelah anakku lahir, saya
akhirnya menyadari. Nyatanya anak-anak bukanlah sebuah beban, anak-anak adalah
harapan. Jawaban atas doa-doa yang selama ini orang tuanya gantungkan. Anak-anak
adalah hadiah. Sebuah titipan yang begitu manis dari Tuhan. Semua jerih payah
bapak ibu, pengorbanan yang mereka tumpuk, batu demi batu senyatanya bukanlah
bentuk “beban” seperti yang selama ini yang selalu fikirkan. Semua hal itu,
sejatinya adalah wujud dari rasa bahagia orang tua kita. Wujud dari rasa syukur
untuk setiap doa yang digantungkan yang akhirnya terjawab. Membesarkan anak-anakmu
dengan baik adalah cara terbaik mewujudkan rasa syukur itu. Harapnaku, Semoga saya
bisa menjadi orang tua yang kelak sukses mengantar anak-anakku mengenal Rabbnya
dengan baik. Rabbihabliminasolihin.
Senin, 28 Februari 2022
Wisma Hauto Kay Moto. Mamuju Tengah. Sulawesi Barat
0 komentar: