|
|
Saya takut-takut
memanjat dan menengadahkan kepalaku melewati pintu yang hanya seukuran jendela
selebar pinggang. Gelap, Aroma sejarah menyeruak di udara. Di dalam ruangan
rumah adat ini saya bayangkan menemukan sesosok mayat yang duduk tersenyum dan
menatapku di sana. Dadaku sedikit berdegub kencang antara lega dan kecewa, saya
tidak menemukan apa-apa di sana. Hanya dua lembar kasur yang dibiarkan
tergeletak tak berpenghuni. Ibu yang punya rumah, menawarkan ku untuk terus
masuk ke dalam ruangan seukuran kamar itu. Saya menolak dengan malu-malu. Meski
tak ada siapapun di sana aroma mistis menyeruak kuat. Bulu kudukku
merinding.
Belakangan ku
ketahui rumah adat ini tadinya memang ditempati oleh mayat leluhur mereka,
namun setelah diadakan ritual ma’pandang
barulah mayat-mayat itu dipindahkan ke bagian belakang rumah utama ini, yaitu
ke rumah makam, orang Nosu menyebutnya alang-alang.
Di Nosu, mayat-mayat tidak dikuburkan dilubang batu sebagaimana saudara tua mereka di Toraja.
Mayat-mayat justru disimpan dengan rapi di alang-alang itu
Mayat-mayat
leluhur di tumpuk di sana. Disusun dengan rapi seperti guling, begitu kata si
empunya rumah. Setiap tahun tepatnya di bulan agustus setelah musim panen
tiba akan diadakan ceremonial “mangaron”. Seluruh mayat yang ada
se distrik ini dikeluarkan, dikumpulkan di tanah lapang. Babi dan kerbau-kerbau
disembelih. Sebagai persembahan ke pada arwah leluhur. Pakaian-pakaian mereka
di ganti, dibungkus lagi dengan rapi, diupacarakan lagi, baru kemudian
dikembalikan ke “alang-alang” ini, peristirahatan terakhir
mereka.
Secara sekilas
tidak ada perbedaan yang mencolok antara Mamasa dan Toraja dari cara mereka
memperlakukan mayat. Seperti halnya di Toraja, di Mamasa Kematian tidak pernah
diartikan sebagai Duka. Kematian adalah sesuatu yang seharusnya dirayakan.
Orang yang meninggal itu hanya berpindah. Mereka berpindah ke alam yang
lebih baik. Mereka naik kasta. Itulah mengapa kematian di sini dirayakan
seperti merayakan kehidupan.
Disini kematian
justru mempersatukan kehidupan. Kematian salah satu anggota keluar akan
mendatangkan ratusan sanak saudara dari seluruh penjuru. Sanak keluarga datang
berbondong-bondong. Mereka datang membawa ayam, babi atau kerbau yang harganya
bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta untuk dipersembahkan ke keluarga yang meninggal.
Beban biaya korban pemakaman yang mahal akan ditanggung bersama semua anggota
keluarga besar. Itulah mengapa ikatan kekeluargaan begitu kokoh di
sini. Ikatan keluarga bahkan tidak terputus meski seseorang telah meninggal.
Agama tua itu
dikenal sebagai Alu’ Mapurondo—secara
harfiah berarti “agama orang dulu”. Konon katanya pada awalnya semua orang
Mamasa pemeluk aluk hingga kedatangan Belanda pada tahun 1900an berhasil
mengubah wajah tempat ini. Meski demikian kepercayaan Alu’ ini tidak serta merta tercerabut dari
keseharian orang-orang Mamasa.
beberapa kali ban mobil hampr tegelncir di jurang |
Medannya bikin banyak-banyak beristghfar |
kontur tanahnya rawan lonsor |
Distrik ini masih begitu terpencil. Berjam-jam perjalanan dari ibu kota kabupaten. Akses ke sana tidak bisa dibilang mudah. Bayangkan hanya sekitar 60km dari Ibu kota Kabupaten harus ditempuh 4-5 jam perjalanan. Tempat ini dikelilingi gunung-gunung menjulang tinggi, hutan-hutan tua, dan jurang-jurang yang menganga lebar. Aroma mistis bercampur dengan aroma kopi menyeruak kuat di udara. Jangan harap kalian bisa dengan mudahnya mengakses internet di sini bahkan hanya untuk menelepon pun di sini hampir sama mustahilnya. Listrik dan penerangan pun masih sangat minim.
Nosu merupakan
salah satu distrik yang masih sangat terpencil di Kab. Mamasa. Perjalanan ke
sana terbilang berat, Karena tuntutan pekeraan kami berkesempatan mengunjungi
distrik ini pada bulan maret kemarin bahkan kami melanjutkan perjalanan ke
distrik yang lebih jauh lagi di "Pana". Distrik ini masih 2-3 jam
lagi dari Nosu dengan waktu tempuh 2-3 jam peralanan. Medannya jauh lebih berat
dan lebih sulit di banding ke Nosu. Hanya kendaraan 4 wd dan roda 2 yang
bisa sampai ke distrik ini, bahkan di beberapa titik yang kami kunjungi hanya
bisa di akses dengan kendaraan roda dua. Jika musim hujan tiba tempat ini akan
terisolasi dari dunia luar, terputus dari peradaban. Semoga saya masih diberi
kesempatan untuk berkunjung ke tempat ini.
|
Mamasa, April 2017
Note:
Tempat ini di Pana, pemandangan alamnya eksotis, bikin ketagihan pengen kesini lagi ;)
silahkan kunjungi IG saya untuk foto lebih banyak @asdar_munandar
0 komentar: