@asdar_munandar Perjalanan akan mengubahmu, begitu kata orang-orang. Ini kisah di masa lalu, masa dimana kebebasanku masih kumil...

Memoar Bali dan Lombok (Part 1): Awal Petualangan

@asdar_munandar
Perjalanan akan mengubahmu, begitu kata orang-orang. Ini kisah di masa lalu, masa dimana kebebasanku masih kumiliki seutuhnya. Suatu perjalanan yang bagi sebagian orang mungkin biasa saja, tapi bagiku perjalanan-perjalanan seperti ini berdampak besar bagi hidupku. Rasa-rasanya sudah lama sekali,  banyak bagian-bagian yang tidak bisa kuingat pasti detail demi detailnya tapi beruntungnya kebiasaanku membawa note kecil dan mencatatkan berbagai hal di situ ketika melakukan perjalanan-perjalanan seperti ini sungguh sangat membantuku. Manusia itu pelupa, maka itu kita perlu menulisnya. mengikatnya dengan catatan.  Semoga catatan ini bisa bermanfaat, bisa menjadi pengingat bagiku di masa tuaku nanti dan juga  setiap kali membacanya saya akan termotivasi untuk segera bisa merenngut kebebasnku lagi


*********************************************************************************
21 Desember 2013: MALANG-BANYUWANGI
Bagiku hidup kita selalu punya kejutan. bahkan dalam rutinitas harian kita, selalu saja kita menemukan kejutan-kejutan kecil yang membuat hidup kita lebih berwarna. Kejutan-kejutan kecil yang kadang mampu mengubah banyak hal dalam perjalanan hidup kita.
 Hari itu Sabtu siang yang terik di bulan Desember, saya dan dua orang  sahabatku berjalan menuju stasiun kota Malang. Ransel-ransel besar menggandol di pundak kami. Kali ini kami akan melakukan perjalanan yang berbilang  jauh. Langit yang cerah seakan-akan menggambarkan suasana hati ketiga calon pengelana nekat ini. Dengan senyum tersungging dan langkah yang mantap kami memasuki stasiun kota Malang. Pintu gerbang pertama yang akan membawa kami ke pintu-pintu petualangan selanjutnya. Dan inilah kisah kami, berjalan menelusuri eksotisnya Bali, menghirup segarnya angin Rinjani, menikmati pijatan lembut pasir Senggigi dan menikmati senja kala di Gili Trawangan. Takdir selalu memainkan lakunya memahat ukirannya sendiri.
Bali dan Lombok dua tempat yang jadi tujuan utama kami menghabiskan liburan semester ini. Perjalanan yang sangat nekat dan sangat gembel sepanjang usia saya. Percaya atau tidak, perjalanan ini kami putuskan secara spontan, di pelataran masjid kampus kami. Perjalanan yang bahkan kami rencanakan hanya tiga hari sebelum ransel-ransel kami terisi penuh. Tiga hari yang singkat untuk mempersiapkan  segala-galanya, tiga hari yang mendebarkan dan meresahkan. Tiga hari yang penuh tanda tanya,Tiga hari berkemas. Tiga hari yang penuh penasaran.

Sali, Ane dan Ridho pas masih jelek-jeleknya
Kami memulai perjalanan kami dari stasiun kota Malang menuju Banyuwangi. Kereta api Tawang Alung membawa kami melaju kencang meninggalkan Malang. Banyuwangi bagian ter timur pulau Jawa   sebagai tujuan terakhir Kereta ini, ditempuh selama kurang lebih 6-7 jam perjalanan. Kereta meninggalkan Malang sekitar pukul 14.40 dan hanya punya satu jadwal keberangkatan setiap harinya menuju Banyuwangi.  Berikut jalur yang dilewati Tawang Alung tersebut.

Rute KA Tawangalung
Dari stasiun kota Malang, kereta akan berhenti di beberapa stasiun di atas.  kita tiba di Banyuwangi sekitar pukul 10 atau 11 malam. Dari stasiun situ kami tinggal berjalan kaki sedikit menuju pelabuhan penyeberangan, jarak antara stasiun dan pelabuhan sangat dekat kurang lebih hanya 5 menit jalan kaki. Tapi berhubung kami belum pernah ke Bali dan tidak mengenal siapa pun di sana kami memutuskan menyeberang esok pagi aja, lebih aman buat tralaveler kere kayak kami. Oh iya, tarif KA Tawang Alung Rp. 65.000 (waktu itu)
Malam ini berarti malam pertama kami mulai menggembel., kehhehehe.. Nah buat sobat traveler yang juga ingin menekan biaya, di stasiun ada hotel murah, namanya hotel ngeleseh, hehhehehe soalnya tidurnya cuman dialasi karpet doang, tarif Rp 5000 udah termasuk bantal + selimut yang wangi + barang-barangnya dijagain. Lokasinya di sebelah kanan dan kiri pintu masuk stasiun. Oh iya, bukanya baru mulai jam 11 malam soalnya aktivis penyediaan tempat nginep ini termasuk ilegal. Tapi kalian tidak usah khawatir, banyak kok teman-teman traveler yang juga nginap ngeleseh di sana, lagian dengan ngeleseh seperti itu kalian bisa saja bertemu dengan teman seperjalanan atau bisa banyak nanya dan minta saran sama sesama pengunjung hotel yang telah dan mungkin sering bertualang ke daerah tujuan wisata kalian. Kehhehehehhe.
Hotel Stasiun (tarif 5.000)


22 Desember 2013: BALI
Pagi menyapa, Adzan berkumandang di pojok surau musolah stasiun Banyuwangi Baru.  Seperti pada kebanyakan di stasiun-stasiun kereta, aktivitas bermula di pagi buta. Kami menyebrang ke Bali setelah menunaikan kewajiban kami sebagai seorang muslim. Penyeberangan ke Bali tidak memakan waktu lama. Hanya kurang lebih 45 menit saja. Di penyeberangan ini kalian akan menyaksikan panorama indah beberapa gunung berjejer rapi yang salah satunya gunungnya kelak akan saya daki, Gunung Ijen. Semburat jingga matahari pagi yang perlahan-lahan bersinar menambah kesan eksotis penyeberangan subuh hari ini. Tarif penyeberangan Banyuwangi Bali dulu hanya Rp6.500, tapi nggak tahu sekarang, semuanya berubah setelah negara api menyerang. Eh maksudnya setelah Presiden baru terpilih dan sukses mempermainkan harga Bahan Bakar dan menghapus tiket murah (bagian tiket ini yang paling membuat gue sebagai anak rantau keberatan).
Penyebrangan Banyuwangi Bali
Pertama kali menginjakkan kaki di Bali, rasanya biasa aja, saya tidak sehisteris yang kubayangkan sebelumnya. Tadinya kupikir bakal teriak-teriak kegirangan atau apalah. Nyatanya tidak juga. Mungkin karena fantasi kenyataannya selalu bertubrukan dengan realitas yang kita temui. Dunia idea yang tak tersentuh. Neoma dan neosis. 

Nah dari pelabuhan penyeberangan ini kami berjalan ke terminal Gilimanuk untuk menuju ke Denpasar. Saran: sebaiknya tidak usah masuk terminal kalau malas berhubungan calo. Berjalanlah sedikit menjauh dari terminal. Dari terminal Gilimanuk kita menuju ke terminal Ubung tarif bus kala itu Rp30.000 itu udah ditawar pake urat. Dari  Gilimanuk ke Ubung memang memakan waktu lama. 5 jam perjalanan yang melelahkan, tapi anda akan disuguhi dengan pemandangan yang indah, desa-desa yang masih sangat orisinal. Rumah-rumah masyarakat Bali yang masih sangat tradisional, pemandangan pedesaan, sawah-sawah dan pegunungan-pegunungan, hijau dan hijau. Semuanya memuaskan pandangan saya. 

Pertama kalinya nginjakin kaki di Bali
Dari terminal Ubung untuk menuju ke Denpasar kita harus menggunakan angkot. Harus dua kali ngangkot untuk menuju Kuta, rute dan tarifnya tanya-tanyalah sama orang sana, biasakan banyak bertanya dan banyak cari info dari orang yang bisa dipercaya. Informasi sekecil apapun sangat berharga bila kita backpakeran, kalau perlu siapkan buku catatan khusus untuk mencatat info-info yang kalian kumpulkan. 

11.30, sampailah kami di Kuta. Nah, apa yang kami lakukan di sini ?,  tentunya tidak seperti apa yang bule-bule yang berkunjung  itu lakukan. Saya hanya berkeliling sebentar, mencari spot terbaik untuk beristirahat dan merenung. Mencari bagian tersepi dan terindang. Tapi eh kayaknya tidak ada tempat yang benar-benar sepi di sini. Heheh. Temanku si Rido dan si Salim memutuskan mandi di hangatnya laut kuta. Aku memilih tidur di pasir putih itu.   Di Kuta serasa bukan di Indonesia, bule-bule berkeliaran tanpa busana dan parahnya banyak juga masyarakat Indonesia yang latah yang ikut-ikutan budaya-budaya barat itu. miris memang. 
Pantai Kuta

Puas di Kuta kami berkeliling ke Legian, berkunjung ke museum bom Bali. Masih inget tragedi itu kan. Tragedi yang tidak hanya mencoreng nama Indonesia tapi juga mencoreng nama Islam di mata dunia. Tragedi yang menewaskan banyak korban. Di Legian ini semakin terasa bukan di Balinya, saya merasa asing dengan negeriku sendiri. Kita diperbudak (dalam artian sebenarnya) bangsa lain. Para pelancong datang dari berbagai negeri dan membawa berbagai macam budayanya. Bar-bar dan kafe-kafe di sepanjang jalan ini. Prilaku hedon. Semuanya seakan terasimilasi di sini.  Orang-orang timur yang konon katanya sopan-sopan dalam berbusana tak lagi anda temukan di sini. Mereka dengan bangga berbusana layaknya orang-orang barat itu. Latah.
monumen bom Bali

Rencananya hari ini kita juga ingin ke Tanah Lot dan Sanur, tapi berhubung kami tidak menemukan persewaan kendaraan jadilah kita berkeliling-keliling Denpasar sampai sore. Mengunjungi berbagai tempat yang bisa di jangkau kaki ini melangkah. Selain itu kita bisa bepergian ke beberapa tempat dengan Trans Sarbagita  (Bus trans Bali) dengan hanya merogoh kocek Rp.3.500. Oh iya, kalau anda muslim tidak ada salahnya anda meluangkan waktu sejenak untuk berkenalan dengan masjid Nurul Huda (masjid deket bandara). Di kompleks bandara itu ada tiga rumah peribadatan yang saling berdekatan. Gereja, Pura dan Masjid. Pluralitas yang wajib di contoh. Di sini juga banyak di jual makanan halal. Pengurus masjidnya ramah-ramah pokoknya. Saya banyak bercerita dengan bapak-bapak di sana. Bercerita tentang perkembangan Islam di Bali dan berbagai hal menarik seputar Islam dan Bali. *saya kehilangan jam tangan kesayanganku di sini :(   
Rute Trans Sarbagita
Puas berkeliling di situ, kami memutuskan untuk ke Sanur. Niatnya pengen menanti Sunrise di sana, padahal nyatanya pengena tidur gratis di pantai Sanur. Hehehe. Kata orang-orang Sanur terkenal dengan Sunrisenya yang indah, tapi pagi itu kami kurang beruntung, Matahari mengkhianati kami, cuaca lagi mendung. Oh iya, malam itu kami niatnya memang ingin tidur di Pasir putihnya sanur tapi karena malamnya hujan, kami kelimpungan sendiri mencari tempat berteduh, beruntung di sepanjang pesisir pantai sanur itu banyak paguyuban-paguyuban nelayan yang bisa anda tumpangi. Jangan lupa izin dulu sama penjaganya.

*bersambung Part II

2 comments:

  1. Replies
    1. Tunggu part IInya, udah jadi sih cuman beloom ku upload. ane kekurangan materinya nih

      Delete