Tugu Dieng |
Aku selalu yakin, doa-doa yang kita panjatkan akan selalu dikabulkan. entah hari ini, esok, lusa atau tahun depan. Itulah mengapa semua doa-doa saya tidak kubiarkan begitu saja terbang ke awan dan berharap segera sampai ke langitnya Tuhan. Doa-doa yang kupanjatkan selalu kuikat dalam sebuah daftar panjang, sebuah catatan yang kuberi judul keinginan-keinginan hidupku yang juga berarti sebuah catatan doa. Aku sengaja melakukannya, mengingat sifat manusia yang suka sekali lupa, mengingat hati yang selalu berbolak balik, mengingat manusia yang tidak gampang bersyukur. Maka setiap keinginan saya, setiap pencapaian saya, setiap satu doa yang terkabul aku selalu berharap bisa mengingat dan mansyukurinya. Seperti hari ini saya berada di puncak tertinggi Gunung Prau 2.565 mdpl. Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, jawa Tengah.
Beberapa tahun yang lalu seingatku, waktu itu saya masih berseragam abu-abu entah karena alasan
Dieng yang berkabut |
Well, kali ini saya tidak ingin membahas lagu itu, saya ingin menceritakan negeri di atas awan itu. Negeri dimana lagu itu dibuat di Dataran Tinggi Dieng. Wonosobo. Jumat 3 april 2015 kemarin akhirnya saya berhasil menginjakkan kakiku di sana di Dieng Plateau, begitulah orang sana menyebutnya.
Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 12—20°C di siang hari dan 6-10°C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0°C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.
Saya memulai perjalananku sendiri dari Jogja sepagi mungkin. mengingat hari ini Jumat dan sebagai seorang muslim yang wajib menghadiri solat jumat. Rute menuju Dieng bisa ditempuh dari terminal giwangan/jombor (lebih enak dari jombor) menuju Magelang. Dari Magelang nanti kita oper bus jurusan Wonosobo, turun di terminal Wonosobo dan ngangkot ke alun-alun kota wonosobo. Dari alun-alun nanti nyari bus yang jurusan Dieng. Dari terminal Wonosobo sebenarnya ada bus langsung ke Dieng tapi ngetimenya lama, jadi saya sarangkan mending ke alun-alun dulu, selain bisa sholat di masjid rayanya wonosobo, juga bisa menikmati berbagai penganan enak di sekitaran alun-alun. Nggak usah buru-buru, nikmati aja perjalananya dulu. banyak bus yang ke arah Dieng kok.
Dari wonosobo ke Dieng nanti numpak Bus kecil tapi sesek. kita diungkel-ungkel kek pakaian kotor. Bus over capasituy, sumpah sesek, sumpek + plus bau ketek. heheh maklumin ajalah.
Tapi pemandangan menuju Dieng keren abis, jajaran pegunungan menjulang tinggi. Jurang-jurang menganga di sampingnya, sawah ladang menghijau plus dingin dan kabut tipis menambah eksotis perjalanan menuju negeri di atas awan ini. Usahakan jangan sampai tertidur, jangan melewatkan sedikit momen pun di sini. Secara ringkas rute dan biaya ke Dieng bisa di gambarkan seperti ini:
Di Bus dari Jogja-Magelang (sendiri yang menyenangkan) |
Jogja
– Magelang (12.000)
Magelang – Wonosobo (24.000)
Wonosobo – Alun2 (3.000)
Alun2 - Dieng (20.000)
Setelah perjalanan berjam-jam sampailah kita ke Dieng. Nanti kita di turunkan di pertigaan Dieng, bilang aja sama keneknya nanti turunkan di petrigaan Dieng mang, mamang-mamangnya udah pada tahu kok. Sampai di sana, carilah warung/homestay Bu Jono. lokasinya sebelah kanan jalan pas depan Tugu welcome Dieng. Penting: temukan tempat ini (warung Bu Jono) dulu sebelum kemana-mana, homestay ini sudah sangat familiar sama para backpaker. Jangan nanya sama calo-calo yang berkeliaran menawarkan apapun sama anda, jangan nanya sama tukang ojek atau siapapun yang dianggap tidak amanah, nanyalah sama pemilik-pemilik warung, atau orang-orang yang anda anggap jujur. warung Buk Jono gampang kok ditemuin, pas deket pertigaan anda diturunkan sebelah kanan jalan. Tinggal menyebrang aja. Saran, bila musim liburan tiba, sebaiknya pesenlah jauh-jauh hari sebelumnya soalnya akan banyak wisatawan yang akan berkunjung ke sini. takutnya anda tidak ke bagian kamar di Homestaynya bu Jono. well, kenapa saya merekomendasikan di sini, soalnya di sinilah satu-satunya homestay yang memberikan pelayanan maksimal buat para pelancong, semua kebutuhan liburan anda akan di bantuh sama orang-orang di sini. Selain itu harga yang ditawarkan sangat murah dan anda tidak bakal di kadali tarif permalam hanya 75.000 itu udah plus air hagat. Kamar maksimal bisa di isi tiga, tapi kadang masih bisa lebih sih.
Home Stau Dieng Rp. 100.000/malam |
yang masih bisa menampung saya, lokasinya persis samping homestaynya bu Jono, meskipun rada sedikit mahal Rp. 100.000 tanpa air hangat dan kamar mandi luar. tapi lumayanlah dari pada ngemper. Selain itu saya juga dicariin sepeda motor sama mas-masnya yang di warungnya Bu Jono (baik kan, saya aja yang nggak nginep di sana masih di layanin kebutuhan-kebutuhannya).
Dari sinilah bermula pertualangan saya selama tiga hari di Dieng. Mengejar doubel summit attack golden Sunrise di Gunung Prau dan Puncak Sikunir, melihat telaga warna dari ketinggian bukit ratapan, dan banyak lagi destinisai wisata yang harus di kunjungi ketika di sini.
Dieng tampak dari ketinggian Gng Prau |
Bersambung ke kisah selanjutnya: Destinasi wisata Dieng
Catatan:
Losmen dan Restoran Bu Jono
Jl. Raya Dieng Km. 27 Dieng Wetan Kejajar. Wonosobo
Telp. 0286-3320168
Fb. Losmen Budjono
atau bisa langsung hubungi:
1. Mas Aman Santoso: Hp 081 227 114 655
2. Mas Kelik Alamsyah: Hp 085 226 645 669
*All Picture taken by my Phone
* Baca kisah bunga Daisy di Prau disini
0 komentar: