Hei, kalian pernah dengar lagu ini. Kemarin secara tak sengaja saya mendengar lagu ini diputar tetangga kosan saya. Judulnya “Terlalu Lama Sendiri” aku yakin kalian pasti sudah pada tahu. Aku yang kurang menyenangi lagu-laguan entah kenapa tiba-tiba tertarik sama liriknya. Ada sesuatu yang mewakili hidupku.
Sudah terlalu lama sendiri
Sudah terlalu lama asyik sendiri
Lama tak ada yang menemani rasanya
Pagi ke malam hari tak pernah terlintas di hati
Bahkan di saat sediri aku tak pernah merasa sepi
Sampai akhirnya kusadari aku tak bisa terus begini
Aku harus berusaha tapi mulai dari mana
Sudah terlalu asyik sendiri
Sudah terlalu asyik dengan duniaku sendiri
Lama tak ada yang menemani rasanya
Teman-temanku berkata yang kau cari seperti apa
Ku hanya bisa tertawa nanti pasti ada waktunya
Walau jauh di lubuk hati aku tak ingin terus begini
Aku harus berusaha tapi mulai dari mana
Sudah terlalu asyik sendiri
Sudah terlalu asyik dengan duniaku sendiri
Lama tak ada yang menemani rasanya
Jauh di lubuk hati aku tak ingin sendiri
*Terlalu Lama Sendiri - Kuntoaji
Seperti lagu di atas, sepertinya sudah terlalu lama saya hidup sendiri. Dulu aku berpikir dengan hidup sendiri aku akhirnya bisa merasa bebas. Percuma saja terus menerus mempertahankan hubunganku dengannya jika kita hanya saling menyakiti. Mungkin memang hubunganku dengannya tak bisa diharapkan. Hubungan kita terlalu sakit. Mungkin seperti saat saya sakit gigi ketika akhirnya saya berani mencabutnya saya berharap bisa menjadi lebih baik. Tapi kau tahu, gigi yang dicabut selalu meninggalkan bagian yang kosong. Dan setiap kali lidahku menyentuh bagian itu, selalu saja aku merasa ada bagian yang hilang. Dan sialnya lidahku menyentuh bagian yang kosong itu beratus-ratus kali tiap hari. Itu berarti saya harus merasa kehilangannya beratus-ratus kali tiap hari
Yogyakarta akhir-akhir ini selalu diguyur hujan. Tiap sore. Jadilah tiap pulang kantor saya harus berlari-lari kecil di bawa hujan. Kalian tahu, dulu saya suka sekali berenang di kala hujan. Air di kolam membasahi tubuhku, air dari langit menyentuh hatiku. Rasanya sejuk sekali. Entah mengapa orang-orang menyenangi saat hujan turun, mungkin karena hujan selalu mengingatkan kita masa-masa yang lalu.
Waktu saya kecil, saya selalu berharap bisa jadi hujan. Jatuh dari tata langit membasahi bukit-bukit, mengalir ke sungai-sungai, melewati tempat-tempat indah, bermuara di lautan luas, berenang bersama jutaan ikan-ikan di laut dan akhirnya menguap kembali lagi ke langit, terbang tinggi bersama burung-burung. Begitu seterusnya.
Selain hujan saya juga menyenangi berada di tempat-tempat tinggi. Duduk diam berlama-lama. Di tempat tinggi saya bisa memandang lebih jauh, bisa melihat lebih banyak. Namun suatu hari saya sadar, ini memperumit hidupku. Kini setelah kepergiannya aku lebih menyenangi bersembunyi di kegelapan kamarku. Menutup jendela rapat-rapat, mengunci pintunya dan mematikan lampu. Bahkan hantu pun tak akan mampu menemukanku di sini. Di kegelapan kamarku. Kehidupan melambat. Dunia seresa mengecil sesempit tarikan dan hembusan nafas.
0 komentar: