Well, saya menyelesaikan dua buku luar
biasa akhir pekan ini. Seacara tak sengaja saya meminjam dua buku yang ternyata
memiliki kesamaan kisah. Sama-sama menceritakan kehidupan seseorang yang tengah
menanti detik-detik akhir dari hidupnya.
Yang pertama “Tuesday with Morrie”.
Buku yang ditulis oleh Mitch Albom ini merupakan kisah nyata yang diambil dari
kehidupan pribadinya. Mitch Albom dulunya adalah mahasiswa sosiologi yang
kebetulan dibimbing oleh Prof Morrie yang selalu dipanggilnya coach. Menurutku
buku ini harusnya dijadikan buku wajib bagi mahasiswa sosiologi. Tidak hanya
karena buku ini ditulis untuk mengenang seorang profesor di bidang sosiologi.
Tapi juga karena buku ini berisi begitu banyak pelajaran-pelajaran dan
makna-makna kehidupan.
Buku kedua, Way to Live Forever karangan
Sally Nicholls. Saya tidak pernah berfikir buku ini hanyalah kisah fiktif
penulisnya saja, sampai pada lembaran terakhir buku saya baca saya terus
menerus merasa kisah dalam buku ini begitu nyata. Sangat menyentuh. Penokohan dan
setiap karakter yang ada dalam buku ini di ceritakan begitu hidup. Buku ini bercerita tentang kisah seorang bocah yang
bernama“Sam” yang menderita leukimia. Hingga menjelang akhir hidupnya Sam
masih terus menerus bersemangat dan berusaha mencari dan menemukan
jawaban-jawaban atas beberapa pertanyaan dan fakta-fakta tentang kematian yang
ingin di ketahuinya. Berikut beberapa pertanyaan yang ditulis Sam dalam bukunya
Pertanyaan no. 1: Bagaimana kita tahu kita sudah mati?
Pertanyaan no. 2: Kenapa Tuhan membuat anak-anak jatuh sakit?
Pertanyaan no.
3: Bagaimana kalau ada orang yang sebenarnya belum mati, tapi dikira sudah mati
oleh orang-orang lain? Apakah dia akan dikubur hidup-hidup?
Pertanyaan no. 4: Sakitkah kalau mati?
Pertanyaan no. 5: Seperti apakah kelihatannya orang yang
mati? Atau apa rasanya?
Pertanyaan no. 6: Kenapa sih orang mesti mati?
Pertanyaan no. 7: Ke mana orang setelah mati?
Pertanyaan no. 8: Apakah dunia masih ada setelah aku tidak
ada?
Dua buku ini begitu menyentak
kesadaran saya tentang betapa berharganya kehidupan ini. Pelajaran berharga
yang saya pelajari dari kedua buku ini adalah belajar bagaimana kita akan mati
sama artinya kita belajar bagaimana kita akan menjalani hidup.
Berikut review buku ini yang saya
kopaskan langsung dari goodreads (malas ngereview sendiri):
"Begitu kita ingin tahu bagaimana
kita akan mati, berarti kita sedang belajar tentang bagaimana kita harus
hidup"
Kutipan diatas adalah ungkapan Profesor Morrie Schwartz, seorang mahaguru yang menutup matanya dengan tetap memberikan kontribusi yang luar biasa untuk setiap orang yang menyebutnya guru. Kontribusi terakhir ini disebutnya thesis terakhir
Mitch Albom menyuguhkan sebuah pelajaran baru yang pernah diterimanya lewat seseorang yang disebutnya Couch. Morrie Schwartz adalah seorang profesor dari Brandeis University dikota Waltham, Massachusetts. Seseorang yang selalu mendambakan dunia sebagai sebuah tempat yang lebih baik, dia cinta damai dan dia mampu menciptakan budayanya sendiri di tengah budaya-budaya amerika yang menurutnya tidak sesuai dengan nuraninya.
Suatu hari, pada usia tuanya, dia divonis menderita amyotrophic lateral sclerosis (ASL), sebuah penyakit ganas, tak kenal ampun, yang menyerang sistem saraf. Ketika dia berjalan keluar dari rumah sakit bersama istrinya, Charlotte , dia melihat sekitarnya dan berpikir Kenapa dunia tak ikut berhenti? Tak tahukah mereka guncangan yang baru saja kualami?. Dia beripikir apa yang harus diperbuatnya dan pada akhirnya dia menciptakan jawabannya dan menuntaskannya sebelum kematian menjemputnya. Ia ingin membuktikan bahwa kata "sekarat" tidak sinonim dengan "tidak berguna".
Morrie mengajarkan Mitch tentang Dunia. Tentang mengasihani diri sendiri. Penyesalan diri. Kematian. Keluarga. Emosi. Takut menjadi tua. Uang. Cinta yang tak padam. Perkawinan. Budaya. Maaf. Hari yang paling baik. Mitch terbang dari Detroit ke Massachusetts setiap selasa untuk menjenguk profesornya, mereka berdiskusi, walau terkadang Mitch harus menunggu beberapa lama karena Morrie sedang dalam kondisi yang semakin memburuk. Secara pribadi, ketika membaca, saya merasa sedang berdiskusi langsung dengan sang profesor karena penyampaian dalam tulisan yang begitu sederhana. Ini adalah thesis terakhir sang profesor.
Ketika ditanyakan oleh pembawa acara "Nightline" Ted Koppel mengenai hal apa yang ingin disampaikan Morrie kepada seluruh dunia, ia berkata :"Bangun semangat kasih. Dan bertanggung jawablah satu sama lain. Andaikata kita dapat menguasai pelajaran ini, yakinlah bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih baik",ungkap Morrie.
Pernahkah Anda mempunyai seorang guru
yang sejati?Orang yang melihat Anda sebagai batu berharga yang belum diolah,
sebuah berlian yang kearifannya dapat digosok sampai berkilauan?Apabila Anda
cukup beruntung dapat menemukan jalan menuju guru semacam itu, Anda akan selalu
tahu jalan pulang.
*untuk review lengkapnya Way to Live Forever nanti menyusul, atau silahkan berkunjung langsung ke link ini
0 komentar: