Sang Penari GWK, Bali 25 Juni 2014 Sesuatu yang sangat paradoksal memang. Kenyataannya dalam senyum yang terus mengembang ada kej...

Sandiwara Penari

Sang Penari
GWK, Bali 25 Juni 2014




Sesuatu yang sangat paradoksal memang. Kenyataannya dalam senyum yang terus mengembang ada kejengahan akan hidup yang memuakkan, atas laku dan sandiwara kehidupan. Atas tuntutan untuk selalu tersenyum meski kadang hati ingin berteriak sakit, ingin meronta dan menangis, ingin mencaci dan menghujat, marah, sedih, dan kecewa. Ada duka keletihan di antara dentingan gamelan, liukan dinamis, sensualitas, vulgaritas. Bagaimanapun juga penari-penari itu tetap harus tersenyum.
Kehidupan mungkin ibarat menari di atas panggung, penuh kepura-puraan. Pura-pura bahagia, pura-pura tersenyum, pura-pura semuanya baik-baik saja tapi kenyataannya semuanya salah. Kita sakit. Kita sepi. Kita sedih dan mungkin saja selama ini kita memang hanya berpura-pura.
Kita hanya terus menerus bersandiwara, memainkan lakon demi lakon dalam kehidupan kita.
Bagiku tak ada yang benar-benar tulus menjalani hidupnya apa adanya. Kita terjebak dalam persepsi, dalam neoma yang kita bentuk sendiri, dalam citra diri, dalam idea yang mengagungkan perfeksionis. Dalam kesemuhan dan ketidakbakaan hidup. Kita menuntut ketertataan, keberaturan dan kemapanan.
Saya sendiri secara fisik dan hati. Dalam perjalanan mencari definisi yang hingga kini saya sendiri susah menggambarkannya secara nyata, absurd. Dalam perjalanan mencari jawaban-jawaban atas pertanyaanku selama ini. Masih saja ada bagian hampa dalam hati yang belum terisi. Ada bagian yang sengaja kubiarkan kosong, kubiarkan tertutup. Kubiarkan tersembunyi pada bagian terdalam di hati saya mungkin sampai aku mati.  
 

Di hari yang panas.
Garuda Wisnu Kencana
25 Juni 2014. Pulau Dewata

0 komentar: