Merdeka Sejak Hati
Penulis: A. Fuadi
Editor: Mirna Yulistianti
ISBN: 9786020622965
Halaman: 365
Cetakan: Pertama Mei 2019
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Pada
sore hari ini, Rabu, 14 Rabiul Awal 1366 bertepatan dengan 5 Februari 1947, di
ruang kuliah STI Jalan Senopati No. 30 Yogyakarta, HMI telah mengabarkan
kelahirannya. Tanpa pakai spanduk, tanpa undangan, tanpa pengumuman. Hanya pakai
Bismillah. (hal. 189)
Perkenalanku pertama dengan organisasi ini,
di pelataran masjid kampus di masa-masa saya masih mahasiswa baru dulu. Seorang
senior datang mengajakku bercakap-cakap.
Awalnya masih terkesan biasa, namun belakangan pertanyaannya semakin aneh. Pertanyaan-pertanyaan
diluar nalar anak baru yang masih polos dan imut seperti saya. Bayangkan tiba-tiba
seseorang menanyakan kepadamu “apakah kau percaya Tuhan ?. apakah kau bisa membuktikan
kalo Tuhan itu benar-benar ada. Atau bisakah tuhan menciptakan sesuatu yang
lebih besar dan lebih kuasa dari dia”.
Beruntung adzan duhur menghentikan
berondongan pertanyaan yang menurutku omongkosong belaka itu. Selepas sholat,
diam-diam saya meninggalkan masjid melalui pintu yang berbeda, bagaimana
mungkin saya bisa percaya seseorang bisa menjelasskan tentang ketuhanan saat
Tuhannya sendiri memanggilnya untuk
bersujud, dia masih tidak bergeming, masih tetap asik cekakak cekikian dengan
teman perempuannya di pelataran masjid.
Pengalaman tidak menyenangkan itu
meninggalkan stigma tersendiri bagiku pada organisasi ini. Itulah kenapa saya
sama sekali tidak pernah tertarik untuk bergabung atau bersinggungan dengan
apapun tentang organisasi ini. Begitu selesai membaca buku ini, rasa-rasanya
saya ingin kembali ke masa lalu, membawa buku ini dan menimpukkannya di wajah
senior saya dulu itu. Berteriak di wajahnya dan memintanya memahami prinsip
dasar yang menjadi landasan kokoh organisasi ini dibentuk.
Menurutku A. Fuadi sukses menceritakan
secara menarik kisah hidup Lafra Pane dari masa kecil hingga detik-detik
terakhir kehidupannya yang luar biasa. Esensi dari buku ini ada dasarnya bukan
tentang lafran, tapi tentang HMI, organisasi yang dilahirkan dari
kegelisahannya untuk memberiksan kontribusi
bagi negeri ini.
Novel ini bukan hanya sekedar hikayat
seorang tokoh di masa lalu. Buku autobiografi ini adalah sebuah kisah yang
layak dijadikan cerminan untuk generasi saat ini. Bagaimana seorang Lafran
Pane, pahlawan nasional itu yang mungkin kurang dikenal menunjukkan kematangan
hati dalam memegang prinsif kemerdekaan, nasionalisme, dan juga Islam. Baladatun
Tayyiban wa Robbun Ghafur. Begitu selalu cita-cita dan bayangannya tentang masa
depan Indonesia. Negeri yang baik dan diridhoi Tuhannya
Saya benar-benar jatuh suka dengan prinsip
kemerdekaan yang dianut Prof Lafran, merdeka sejak hati sebagaimana judul buku
ini. Kemerdekaan berarti ketidakterikatan pada perkara-perkara dunia yang
nisbi. Kemerdekaan dari belenggu penjajahan fisik maupun psikis. Kemerdekaan dari
utang budi apalagi utang materi.
Ahmad Fuadi selalu sukses menghasilkan
karya-karya yang luar biasa. Dari tangan dinginnya beliau telah melahirkan
banyak karya-karya best seller. Buku ini menurutku buku autobiograpi terbaik
untuk pahlawan Indonesia yang pernah saya baca selama ini. Gaya bertutur yang
runut, pemilihan diksi dan bagaimana beliau mengatur alur kisah hidup seseorang
yang membentang panjang dengan segala pergolakannya diberikan porsi yang pas. Tidak
lebih dan tidak kurang. Tidak ada bagian dari kisah di buku ini yang terkesan
terburu-buru. Semuanya diatur sesuai porsi yang tepat, sehingga kita tak sempat
dibuat jenuh membacanya. 4 bintang untuk buku ini.
1 komentar: