Title: Selasa Bersama Morrie
Author: Mitch Albom
Genre: Memoar, Semi-biography, Philosophy
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Release Date: 10 Oktober 2016 (terbit pertama tahun 1997)
Pages: 209
Harga: Rp. 45.000
Judul Asli: Tuesdays With Morrie
Penerjemah: Alex Tri Kantjono Widodo
Saya membaca buku Biografi yang sangat bagus. Buku Biografi Prof Morrie Schwarts
yang ditulis oleh mantan mahasiswanya sendiri “Mitch Albom” Novelis terkenal
berkebangsaan Yahudi, yang karya-karyanya sudah tidak diragukan lagi. Biografi
ini sendiri bukan buku biografi seperti kebanyakan buku Biografi lainnya.
Ditulis dari masa kanak-kanak hingga keberhasilan tokohnya. Buku Biografi ini
justru ditulis untuk mengenang masa-masa akhir Prof Morrie. Bulan-bulan
terkahir menjelan kematiannya karena penyakit yang aneh. Penyakit yang di sebut
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS). Sebuah penyakit yang akan mempengaruhi
saraf seseorang yang dapat memburuk seiring waktu, hingga menyebabkan
kelumpuhan. Prof Morrie, di vonsi menderita penyakit ALS yang membuatnya harus
kehilangan kemampuan motoriknya perlahan-lahan. Penyakit yang pada akhirnya
membuatnya kehilangan seluruh kemampuan tubuhnya. Dia akan segera meninggal dalam
bebera waktu yang tak begitu lama lagi.
Perkenalan pertamaku dengan Mitch ALbom
sekitar delapan atau sembilan tahun silam dan karya pertamanya yang
kubaca adalah buku ini “Thuesday with Morrie”. Saya begitu jatuh cinta pada
buku ini, bukan hanya itu saya jatuh cinta pada hampir semua karyanya Mitch
Albom. Mitch ALbom selalu mampu menulis suatu kisah yang begitu hangat, membuat
kita jatuh cinta pada setiap narasi yang dikisahkannya. Bahkan saya mengoleksi
hampir semua karya-karyanya.
Beberapa hari yang lalu entah kenapa saya tiba-tiba kembali tertaik membaca
ulang kisah Tusday with Morrie. Buku yang tidak gampang dilupakan, buku yang
mampu membuatmu mengingat banyak detail ceritanya bahkan setelah sekian lama
kau terakhir membacanya. Buku ini termasuk dari salah satu jenis buku itu.
Buku ini pada dasarnya berisi tentang jawaban dari pertanyaan Prof Morrie kepada
Mahasiswa kesanyangannya. Mitch Albom, penulis buku ini.
"Bagaimana rasanya mau
mati ?"
Morrie kembali mengajari Mitch dan jutaan orang yang terinspirasi oleh
kisahnya “tentang hidup”. Katanya “Begitu kita ingin tahu bagaimana kita akan
mati, berarti kita sedang belajar tentang bagaimana kita harus hidup"
Mitch Albom, setelah enam belas tahun sejak pertemuan terakhirnya dengan
Prof kesanyangannya akhirnya pada suatu hari
kembali mengikuti kelas terakhir dari Prof Morrie, kelas yang diadakan
di rumahnya, dekat jendela ruang kerjanya, tempat Prof Morrie menikmata tanaman
kembang sepatu dan bunga-bunganya yang merah Kelas yang dilaksanakan di hari
selasa dan mahasiswanya hanya dirinya seorang. Tidak ada buku yang harus
dibaca. Karena kelas ini hanya berisi tentang makna hidup yang diajarkan
melalui pengalaman
saya suka pertanyaan yang diajukan
Prof Morrie pada Mitch di selasa pertama mereka
"apakah kau sudah menemukan orang
tempat kau berbagai perasaan ?"
"apakah kau menyisihkan penghasilanmu
untuk amal ?"
"apakah kau menerima dirimu apa
adanya ?"
"apakah kau mencoba bersikap manusiawi sebisa-bisamu?"
Pertanyaan sederhana itu sepetinya tidak saja diajukan untuk Mitch. pertanyaan
itu seakan-akan juga ditujukan untukku dan untuk semua pembaca buku ini. Saya
bahkan terjeda beberapa saat, untuk memikirkan dalam-dalam pertayaan ini
"sudahkah saya ?"
apa yang terjadi padaku ?
Tahun 90an telah berlalu, dan tahun 20an sebentar lagi berlalu. kematian,
penyakit, kegemukan dan kebotakan semua terjadi begitu saja. aku hanyut dalam
perahian begitu banyak mimpi, begitu banyak harapan, begitu banyak usaha untuk
mendapatkan lebih banyak uang dan uang. Aku bahkan tak pernah sadar bahwa aku menjalani
kehidupan semenyedihkan itu kehidupan yang dahulu selalu kuhindari, kehidupan
monoton. kehidupan yang terjebak dalam pola yang sama
"lahir-sekolah-kuliah-cariduit-sampai mati'
"menanti datangnya
ajal, hanya salah satu diantara yang patut kita sedihkan, tapi hidup tampa kebahagiaan
jauh lebih menyedihkan" begitu Prof Morrie, membuka kuliah perdananya.
Sejak pertemuan itu, setiap selasa Mitch akhirnya memutuskan untuk terbang
menemui Coachnya, begitu dia menyebut Prof Morrie. Mereka membicarakan satu
tema yang menarik seperti misalnya: Selasa pertama, mereka berbincang tentang
dunia. Selasa kedua mereka berbincang tentang mengasihi diri sendiri. Selasa
ketiga mereka berbincang tentang penyesalan dan terakhir selasa keempatbelas
mereka berbincang tentang perpisahan. Bagiku bagian terbaik dari buku ini
adalah di Selasa keempat, saat mereka berbicara tentang kematian dan selasa
kelima saat mereka berbicata tentang keluarga. Bagi Prof Morrie, kematian hanya sebuah peristiwa alamiah yang harus
dialami semua manusia. Tidak ada sesuatu yang terlalu istimewa disitu.
Apakah kalian pernah memiliki seseorang seperti Prof Morrie ? seorang yang
nyaman untuk ditemani berbagi berbagai macam cerita. Seseorang yang membuatmu
bisa menjadi dirimu sendiri saat berada disisinya. Kalo belum saya berharap dimasa depan kita
dipertemukan dengan orang seperti itu.
5 bintang untuk buku ini
0 komentar: