Mamasa memerdekakan diri dari Induk Kabupatennya baru beberapa tahun yang lalu, 2 dasarwarsa belum berlalu. Pemekaran itu harus dibayar mahal. Konon puluhan nyawa harus melayang, diwarnai konflik berdarah yang tak begitu terendus media. Meski demikian Mamasa resmi memisahkan diri pada tahun 2002. Namun kini lihatlah, tempat ini seperti terkaget-kaget menyakiskan pertumbuhan daerahnya. Jalan beton dari pintu gerbang Kabupatennya sampai di kota, listrik, jaringan telfon dan internet yang dulu hanya mimpi belaka kini benar-benar bisa dinikmati. Mamasa akan menjadi ikon wisata Sulawesi Barat disuatu hari nanti.
Pertamakali saya ke Mamasa, akhir tahun 2015 lalu dan sejak saat itu entah sudah ke sekian kalinya saya mengunjungi negeri berselimut kabut ini. .Saya selalu dibuat kagum setiap datang berkunjung ke tempat ini. selalu ada hal baru dan misterius yang kutemukan. Mamasa memiliki semua kualifikasi sebagai tempat wisata, Berada di ketinggian 1600 mdpl menjadikan tempat ini beriklim sejuk. Pemandangan alam yang indah dan masih alami, adat dan tradisi yang unik, serta aneka kuliner dan juga kopi Mamasa-nya yang terkenal sanagan enak. Setidaknya ada beberapa tempat yang direkomendasikan yang harus kalian lihat atau kunjungi jika sedang berada di Mamasa, beriku 10 diantaranya:
1. Makam Tedong-Tedong Balla
Tedong-tedong minanga atau kuburan tedong-tedong yang terletak di Desa Buntu Balla, Mamasa. kuburan ini diperkirakan berusia sekitar 400 tahun lebih. Akses ke sini terbilang mudah. dari Ibu kota kabupaten Mamasa hanya dibutuhkan 10-15 Menit untuk sampai ditempat ini. Tedong (kerbau) di Mamasa begitu di sakralkan, selain karena untuk kepentingan ritual, hewan ini juga melambangkan strata sosial suatu keluarga. Karena saking berartinya, bahkan dulu bangsawan-bangsawan mamasa di semayamkan di dalam patung berbentuk Tedong, seperti yang ada di Binanga ini, orang di sini menyebutnya Liang Tedong. Liang Tedong, ialah kuburan yang terbuat dari kayu yang berbentuk kerbau, didalam perut kerbau inilah disimpan mayat mayat para bangsawan Mamasa. Masyarakat Mamasa meyakini bahwa Makam Tedong Tedong Minanga di Balla adalah pusat pemakaman nenek moyang mereka ratusan tahun yang lalu. Hingga kini tak banyak literatur yang bisa menjelaskan asal-usul dan filosofi keberadaan kuburan tedong-tedong ini termasuk Bapak yang menjaga Makam ini.
2. To’ Pinus Mamasa
Siapa sangka setelah berkunjung untuk ke sekian kalinya, saya baru menemukan tempat ini "hutan Pinus" yang jaraknya kurang lebih hanya 500 meter dari tempatku menginap. Tempat ini mengingatkanku aka hutan pinus di Malino tapi dalam skala yang lebih kecil. Berlokasi di pusat kota yakni persis dibelakan kantor Bupati Mamasa menjadikan akses kesini terbilang mudah, sayangnya tidak banyak yang tahu mengenai keberadaan to’ pinus ini. Mungkin karena masih di kelola secara pribadi dan kurangnya publikasi menjadikan tempat ini belum seterkenal tempat wisata lainnya di Mamasa. Tarif masuk terbilang sangat murah, hanya Rp2.000,00 per orang. Namun berhati-hatilah saat ingin berkunjung ketempat ini. Selain karena tangga menuju ke hutan pinus sangat licin dan curam, juga pemilik kawasan wisata ini memelihara beberapa ekor anjing yang sering menyalaki pengunjung.
3. Kolam Air Panas Mamasa
Dengan suhu udara yang begitu dingin, berendam di air panas yang masih begitu alami memang sangat menyenangkan. Di Mamasa setidaknya terdapat tiga titik kolam permandian air panas yang berada di sektiaran kota Mamasa. Tarif masuk permandian air panas ini berpariasi antara Rp5.000 sampai dengan Rp15.000 per orang. Kolam air panas terdekat berada di belakang Hotel Nusantara. Terdapat beberapa kolam dewasa dan anak-anak juga satu kolam privat yang bisa disewa secara probadi. Kola ini terbilang sangat bersih dan terawat di banding dua kolam lainnya. Berendam di kolam air panas di tengah hawa dingin Mamasa yang dingin memang sangat menyenangkan.
4. Buntu Liara
Kalau di Toraja terkenal akan negeri di atas awan “Lolai” di Mamasa juga terdapat tempat yang sama yakni “Buntu Liara”. Setidaknya ada beberapa jalur yang bisa diakses untuk menuju ke tempat ini. Namun akses terdekat dari pusat kota yakni melalu lajur Balla Peu. Kita harus berkendara kurang lebih 30 Menit kea rah Balla. Wisatawan biasanya memarkir kendataan di depan kantor desa. Lalu kemudian dilanjutkan dengan trekking menuju puncak gunung Liarra yang berada di Desa Talimbung. Trekking ke puncak membutuhkan waktu sekitar 30 menit hingga 1 jam. Tapi ingat awan-awan berarakan hanya muncul saat pagi (pukul 5 hingga 9) dan sore hari (pukul 3 hingga 4). Di luar waktu itu awan sudah menghilang. Waktu terbaik mengunjungi tempat ini setelah subuh atau sebelum matahari terbenam. Persiapkan bekal secukupnya jika akan berkunjung di tempat ini di kawasan ini belum ada sama sekali warung makanan yang bisa di jumpai.
5. Upacara Adat Rambu Solo
Secara sekilas tidak ada perbedaan yang mencolok antara Mamasa dan Toraja dari cara mereka memperlakukan mayat dalam ritual adat Ramu Solo. Seperti halnya di Toraja, di Mamasa Kematian tidak pernah diartikan sebagai Duka. Kematian adalah sesuatu yang seharusnya dirayakan. Orang yang meninggal itu hanya berpindah. Mereka berpindah ke alam yang lebih baik. Mereka naik kasta. Itulah mengapa kematian di sini dirayakan seperti merayakan kehidupan. Disini kematian justru mempersatukan kehidupan. Kematian salah satu anggota keluar akan mendatangkan ratusan sanak saudara dari seluruh penjuru. Sanak keluarga datang berbondong-bondong. Mereka datang membawa ayam, babi atau kerbau yang harganya bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta untuk dipersembahkan ke keluarga yang meninggal. Beban biaya pemakaman yang mahal dalam upacara adat Rambu Solo akan ditanggung bersama semua anggota keluarga besar. Itulah mengapa ikatan kekeluargaan begitu kokoh di sini. Ikatan keluarga bahkan tidak terputus meski seseorang telah meninggal.
6. Upacara Adat Mangarong di Nosu
Salah satu upacara adat yang sangat kurekomendasikan untuk kalian saksikan di Mamasa adalah upacara adat Mangarong ini. Upacara adat ini hanya ada di Nosu jadi bila berkeinginan menyaksikan upacara adat yang masih sangat natural ini datanglah ke Nosu pada musim-musim panen tiba yakni tepatnya di bulan-bulan Agustus atau September setiap tahunnya. Sayangnya akses ke Nosu masih sangat minim. Dibutuhkan nyali yang super ekstra untuk menjangkau tempat ini. Jika berkeinan mengunjungi tempat ini sebaiknya gunakanlah kendaraan roda dua jenis trail dari kota Mamasa.
Di Nosu, mayat-mayat tidak dikuburkan di lubang-lubang batu sebagaimana saudara tua mereka di Toraja. Mayat-mayat justru disimpan dengan rapi di alang-alang (rumah makam). Mayat-mayat leluhur di tumpuk di sana. Disusun dengan rapi seperti guling. Setiap tahun tepatnya di bulan agustus setelah musim panen tiba akan diadakan ceremonial “mangaron”. Seluruh mayat yang ada se distrik ini dikeluarkan, dikumpulkan di tanah lapang. Babi dan kerbau-kerbau disembelih sebagai persembahan. Pakaian-pakaian mereka di ganti, dibungkus lagi dengan rapi, diupacarakan lagi, baru kemudian dikembalikan ke “alang-alang” , peristirahatan terakhir mereka.
7. Terasering di Pana
Distrik ini masih begitu terpencil. Berjam-jam perjalanan dari ibu kota kabupaten. Akses ke sana tidak bisa dibilang mudah. Bayangkan hanya sekitar 70km dari Ibu kota Kabupaten harus ditempuh 6-7 jam perjalanan. Tempat ini dikelilingi gunung-gunung menjulang tinggi, hutan-hutan tua, dan jurang-jurang yang menganga lebar. Aroma mistis bercampur aroma kopi menyeruak kuat di udara. Jangan harap kalian bisa dengan mudahnya mengakses internet di sini bahkan hanya untuk menelepon pun di sini hampir sama mustahilnya. Meski dibekap ketertinggalan seperti ini tempat ini punya sesuatu yang sangat istimewa. Panorama alam yang begitu indah. Hamparan pertanian bertingkat-tingkat membentuk lukisan alam yang sangat indah. Tempat ini mengingatkanku akan kawasan terasering di Ubud Bali. Selain kawasan pertanian tempat ini juga terkenal dengan ke aslian kopinya. Hampir serratus persen penduduk disini bertani kopi. Dari sinilah sumber pemasok utama kopi Mamasa yang terkenal beraroma nikmat itu.
8. Patung Tedong di Taman Kota
Masih tentang “Tedong”, persis di pusat kota Mamasa, tepatnya di taman kota ada sebuah patung Tedong Besar yang berwana belang atau Tedong Doti. Tedong Doti berharga mahal, hanya segelintir orang yang bisa memiliki dan mempersembahkan tedong doti pada ritual Rambu Solo. Satu tedong doti bisa seharga puluhan bahkan ratusan juta. Tedong doti memang suddah menjadi symbol di Mamasa, salah satu wujud kecintaan orang-orang Mamasa terhadap hewan sakral ini dengan dibangunnya patung Tedong sebagai ikon kota Mamasa.
9. Patung Bunda Maria
Saya terkagum-kagum melihat Patung Bunda Maria yang begitu tinggi ini. Belakangan kuketahui patun ini merupakan salah patung Bunda Maria tertinggi di Asia Tenggara. Patung ini berada di Pena tepatnya di Bukit Ziarah Bunda Maria Pena. Proses pembuatan patung dan kawasan religi ini memakan waktu yang cukup lama. Sementara patungnya sendiri didatangkan langsung dari Magelang, Jawa Tengah. Patung berwarna putih setinggi 12 m ini diresmikan sejak 2012. Selain patung Bunda Maria, juga terdapat bebera patung-patung lain menghiasi dari halaman bawah tempat yang dicanangkan menjadi situs ziarah umat Katolik ini.
10. Gereja Tua Mamasa
Bangunan ini merupakan sebuah gereja tua di kota Mamasa. Gereja ini berada di atas perbukitan menghadap ke jantung kota Mamasa yang dibangun pada zaman Belanda tahun 1938. Bangunan ini merupakan gereja tertua kedua yang ada di Mamasa. Meski akses ke tempat ini sangat mudah namun cagar budaya ini tak terurus, di sekelilingnya sekarang ditumbuhi rerumputan liar. Selain gereja tua ini terdapat beberapa gereja yang syarat dengan nilai sejar di Mamasa juga beberapa Gereja yang tampilannya sangat indah seperti Gereja Katolik St. Petrus yang baru selesai dibangun pada tahun 2017 lalu.
0 komentar: