Kita bertemu banyak orang yang menyenangkan, menjalani petualangan bersama, tertawa dan bersuka cita. Namun pada akhirnya kita harus mengucapakan selamat tinggal
dan itu tidak perlu kita sedihkan.
Day 5
28 Desember 2016: Aku
Orang-orang perahu
Sehari sebelumnya, kami berenam memulai LOB kami, setelah perjuangan panjang untuk sampai ditempat ini saya akhirnya bisa menikmati semua perjuangan itu. silahkan baca postingan-postingan saya sebelumnya. Bagaimana saya harus terlunta-lunta di pelabuhan Sape karena ketinggalan kapal fery. Bagaimana dari terminal Mataram saya harus menempuh perjalanan darat yang melelahkan dan harus menyakiskan betapa mengerikannya sisa-sisa banjir bah di Bima. dan semua itu Tuhan balas dengan pengalaman menyenangkan ini. Menyapa Komodo di Pulau Rinca dan Pulau Komodo, menyaksikan beberapa tempat yang sangat indah di kawasan taman nasional ini dan yang terpenting saya bertemu banyak orang-orang baik, yang bisa jadi kami hanya akan dipertemukan ditempat ini tidak lagi akan ada pertemuan kedua dan ketiga dab hal itu tidak perlu kita sedihkan.
Pantai Pink
Saya terbangun, dengan pemandangan pantai yang begitu menenangkan. Pernahkah kalian terbangun dan hal pertama yang kalian lihat adalah samudera
nan luas seperti tak bertepi. Betapa luar biasanya itu. Salah satu bagian
terpenting dari traveling saya kali ini adalah menjadi orang-orang perahu,
seperti suku Bajo. Dalam artian selama dua hari ini saya akan hidup diatas
perahu, mandi, makan, sholat dan tidur di atas perahu. Saya selalu mengagumi
kehidupan seorang pelaut, bisa hidup diatas samudera nan luas tak bertepi. Menjelajah
ke belahan-belahan bumi yang tidak semua manusia bisa kunjungi. Kalian tahu hanya di lautan manusia bisa
menjadi manusia yang benar-benar bebas. Menjadi merdeka seutuhnya. Hingga hari
ini, masih belum banyak yang bisa manusia ketahui tentang samudera nan luas
ini. laut masih menyimpan sejuta misteri dan keajaibannya.
Destinasi pertama kami hari ini adalah Pink Beach. Kalau kalian pernah
mendengar Pink Beach di Lombok, nah di Pulau Komodo ini juga terdapat salah
satu spot yang wajib dikunjungi wisatawan ketika melancong ke Flores. Pink
Beach.
|
Pink Beach dari kejahuan |
Lihat perahu dikejahuan itu, kita harus berenang dari sana ke bibir
pantai itu. Pink Beach di Pulau Komodo ini merupakan wilayah konservasi
kehidupan bawah laut, itulah mengapa perahu-perahu seukuran perahu yang kami
gunakan hanya bisa berlabuh agak jauh dari bibir pantai. Pink beach komodo merupakan salah satu 1 dari
hanya 7 pantai di dunia ini yang memiliki pasir berwarna merah muda. Banyak
mitos terkait mengapa pasir di pantai ini bisa berwana seperti ini. salah
satunya yang paling masuk akal menurutku adalah adanya hewan mikroskopik
bernama foraminefera yang memproduksi warna merah atau pink terang pada terumbu
karang. Pecahan-pecahan terumbu karang yang sudah mati kemudian berserakan di
bibir pantai dan akhirnya warna dasar putih di pasirnya terkontaminasi warna
merah muda tadi. itu menurut kesotoyanku.
Pulau Pink memang unik, selain bibir pantainya yang berwarna romantis,
kita juga bisa menikmati panorama indah di ketinggian bukit yang berada tak
jauh dari bibir pantainya. Dari ketinggian bukit itu, kita bisa menikmati
pemandangan lautan lepas sejauh mata memandang juga gugusan pulau kecil yang
bertebaran di beberapa titik. Meski
demikian, kita harus tetap waspada di tempat ini, karena tempat ini masih
merupakan habitat asli Komodo.
Kami menghabiskan pagi yang menyenangkan di sini. Setelah puas
berenang, berjemur, bermain pasir kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke
destinasi selanjutnya. Pulau Padar, pulau ikonik yang menjadi salah satu latar
pemandangan di pecahan mata uang baru kita tepatnya di pecahan uang 50 ribuan.
Pulau Padar
Pulau Padar memang eksotis. Setiap kali saya membayangkan atau
mengingat Pulau ini entah mengapa dadaku terasa lega. Jantungku berdetak
sedikit lebih kencang. Pulau ini mungkin tempat paling indah yang kukunjungi di
tahun 2016 kemarin. Pulau Padar masih berada di kawasan taman nasional komodo. Pulau Padar
adalah pulau ketiga terbesar di kawasan Taman Nasional Komodo, setelah Pulau
Komodo dan Pulau Rinca. Pulau Padar letaknya cukup jauh dari pelabuhan di kota
labuan bajo. Sebagai salah satu pulau di gugusan terluar, maka membutuhkan
sekitar 3,5 jam waktu tempuh demi mencapai tempat ini. Dari pantai Pink sendiri
pulau ini tidaklah terlalu jauh kira-kira satu setengah atau dua jam dengan kecepatan sedang untuk
sampai ditempat ini. Pulau Padar sebenarnya adalah pulau kosong tak
berpenghuni, kita tidak akan menemukan satu pun bangunan di sini. Pulau ini
memiliki ciri khas savana hijau berbukit-bukit
sejauh mata memandang. Sungguh saya
merasa bangga pernah berkunjung ke tempat ini, maka nikmat liburanmu yang mana
yang kau dustakan. hehehhehehe
Pulau ini letaknya tidak jauh dari Pulau Rinca dibandingkan dengan
jarak ke Pulau Komodo, meski demikian kita tidak akan menemukan komodo di
tempat ini. Di tempat ini kita seperti berada di belahan dunia lain, seperti
kembali ke jaman purba, seperti berada di suatu tempat dimana Dinosaurus masih
menjadi penguasa dunia. Tempat ini rasanya sangat surreal, seperti tidak nyata
tapi nyata dengan bukit-bukit menjulang tinggi dan banyak bagian yang tampaknya
belum atau tidak dapat dijamah manusia karena trekking yang terlalu curam.
Bagian pulau Padar yang terhalang bukit terlihat menyimpan begitu banyak
misteri. Sesuatu seperti berada disana mengintip kita, pengunjung yang pongah.
Padar seperti pulau perawan
yang belum pernah dikunjungi siapapun. Satu-satunya jejak manusia yang ada
disini adalah sampah yang terserak di beberapa titik. Miris memang, di tempat
seindah ini masih ada manusia-manusia yang dengan teganya meninggalkan botol
bekas minumannya atau plastik pembungkus makanannya berserakan dimana saja.
Manusia merusak alam. Manusia membawa kepongahan dari perkotaan sana bahkan
hingga ke tempat seperti ini.
Saya bayangkan beberapa tahun lagi, akan berdiri banyak resort-resort
di sini. Fasilitas-fasilitas modern juga akan segera didirikan demi kenyamanan
dan kepuasan pelancong dan tempat ini akhirnya akan menjadi biasa, kehilangan
jati dirinya. Manusia menuntut alam
untuk berubah, bukan justru belajar dari alam.
|
Foto paling ngenes yang saya ambil |
Pulau Kelor
Apa yang ada dibenak kalian jika mendengar nama pulau Kelor ?
Nama pulau ini Pulau Kelor mungkin karena luas tempat ini hanya seluas
daun kelor. Pulau ini memiliki bibir pantai yang cukup landai dengan pasir
putih dan bukit menjulang tinggi dengan kemiringan lebih dari 45 derajat di
tengah pulau yang menggoda untuk didaki.
Dibutuhkan kurang lebih 15 hingga 20 menit
buat sampai di puncak bukti tempat saya berdiri ini, dan dibutuhkan
waktu lebih lama untuk menuruninya.
Jika anda punya sedikit keberanian saya sangat sarangkan anda untuk
mendaki puncak bukit ini. Tapi ingat tingkat kemiringan 45 derajat bukan
perkara mudah untuk di daki kita harus benar-benar ekstra hati-hati jika tidak
bisa-bisa kita akan berakhir tragis di sini. Ombak di pantai ini juga cukup
tenang sehingga bisa jadi tempat tepat untuk melakukan free dive. Dasar yang
cukup dalam dengan terumbu karang yang cantik bisa ditemui di area yang tidak
terlalu jauh dari tepi pantai.
Saya sendiri hanya menikmati pemandangan nan indah di tempat ini dari
ketinggian bukitnya, tidak berenang maupun snorkeling seperti turis-turis yang
lain. Saya sudah cukup trauma dengan air laut di pantai pink tadi pagi. Puas di
Pulau Kelor kami memutuskan untuk mengakhiri petualangan seru ini di sini.
Cukup sudah. Sesuatu yang terlalu direnggut berlebihan tidak akan menghasilkan
manis yang pas. Kami memutuskan mengakhiri petualangan kami di sini,
Dika dan ayahnya akan melanjutkan perjalanan ke Mataram, mereka akan
menghabiskan beberapa hari di sana sebelum kembali ke Jakarta. Saya sendiri
akan melanjutkan perjalananku ke Wae Rebo, suatu tempat yang masih belum banyak
dikunjungi manusia, suatu tempat yang masih asing, jauh tersembunyi dibalik
gunung. Kebersamaan yang singkat ini
cukup menyenangkan. Meski pada setiap pertemuan kita akan akhirnya akan
berpisah, tapi hal-hal seperti itu tidak perlu kita sedihkan.
|
selamat tinggal kapal nurwati |
Part II: 9D Solo Backpacker : Mataram-Labuan Bajo (Jalur Darat)
0 komentar: