Judul : The White Castle Penulis : Orhan Pamuk Penerjemah : Fahmi Yamani Penyerasi : Sofia Mansoor Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semes...

The White Castle: Orhan Pamuk


Judul : The White Castle
Penulis : Orhan Pamuk
Penerjemah : Fahmi Yamani
Penyerasi : Sofia Mansoor
Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semesta
Cetakan : I, April 2007
Tebal : 297 hlm




The White Castle (Beyaz Kale) adalah novel historis yang merupakan novel ketiga Orhan Pamuk yang diterbitkan pada tahun 1985 dan merupakan karya pertama Pamuk yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Karya inilah yang menjadi awal ia bereksperimen dengan teknik postmodern, berubah total dari gaya naturalis di awal karyanya. Pada tahun 1990 novel ini diterjemahkan dengan sangat baik oleh Victoria Holbrrok sehingga banyak orang menyangka bahwa karya Pamuk ini memang aslinya ditulis dalam bahasa Inggris. Novel ini memenangi Hadiah Independen untuk Fiksi Asing pada 1990 di Inggris. Dalam edisi bahasa Indonesia, novel ini merupakan karya Pamuk kedua yang diterjemahkan oleh Penerbit Serambi, setelah sebelumnya menerbitkan My Name is Red (2006), dan kabarnya beberapa karya Pamuk lainnya juga akan diterbitkan Serambi, termasuk "Snow" yang telah diterbitkan 2008 kemarin.

The White castel berkisah tentang kehidupan Hoja (seorang cendekiawan Ottoman di abad ke 17 di Turki) dan budaknya seorang pemuda Italia terpelajar yang juga sebagai narator dalam kisah ini (namanya tidak pernah disebutkan hingga akhir kisah). Kisah ini bermula ketika pemuda Italia sedang berlayar dari Venesia menuju Napoli. Di tengah perjalanan, kapalnya berpapasan dengan armada Turki sehingga dirinya ditangkap dan dibawa ke Istanbul sebagai tawanan. Karena keahliannya dalam berbagai hal, termasuk mampu mengobati tawanan lainnya, ia mendapat perlakuan istimewa dibanding tahanan lainnya. Akhirnya pemuda tersebut menjadi budak dan diserahkan kepada Hoja (yang juga berarti guru). Sebagian besar isi buku tersebut membahas dua tokoh utama tadi. Keduanya yang secara ajaib memiliki ciri fisik yang sama dan juga memiliki kegemaran yang sama yakni sama-sama haus pengetahuan. Segera saja keduanya menjadi duet intelektual paling terkenal di Turki  hingga dijadikan sebagai penasihat kerajaan. 

The White Castle memang bukan karya yang mudah untuk dicerna. Walau setting ceritanya menarik dan penokohan tokohnya kuat, namun novel yang minim dialog ini bias dibilang rumit karena sepanjang kisahnya mengupas soal kebingungan dan pertukaran jati diri antara tokoh Hoja dan budaknya. Bagi sebagian pembaca, pertukaran jati diri di sepanjang kisah yang diungkapkan secara unik ini mungkin saja menjadi bagian yang menarik, namun bagi pembaca yang kurang sabar untuk mencernanya bukan tak mungkin akan menemui kebingungan dalam memaknai novel ini. saya pribadi kurang bisa menikmati gaya penulisan Orhan. Diperlukan kesabaran yang ekstra untuk menuntaskan bukunya. Novel yang hanya setebal 300 halaman ini ternyata membutuhkan waktu hampir seminggu untuk menyelesaikannya. Orhan bukanlah penulis ringkas, karyanya selalu dipenuhi dengan narasi yang panjang-panjang. Minimnya dialog di novel ini juga kadang membuat saya kurang enak membacanya. Setiap ucapan dituliskan menggunakan bentuk tak langsung dan dinarasikan oleh protagonisnya. Mungkin disengaja oleh Parmuk agar mengesankan bahwa ini tulisan yang ditulis berdasarkan kenangan. Selain itu seperti kebanyakan bukunya Orphan yang berciri narator spoiler, penulis tak tak segang-segang menceritakan apa yang akan terjadi pada tokoh-tokoh dalam novel sehingga dengan sendirinya buku ini kurang begitu membuat kita penasaran. Selain itu buku ini plotnya cenderung datar dan bahkan kita r tidak menemukan bagian yang mampu mempermainkan emosi pembaca. Kurangnya unsur filsafat di buku ini juga memberikan nilai minus bagi saya.

Namun yang pasti novel ini tampaknya membuat kita melakukan perenungan diri akan makna jati diri. Satu pertanyaan yang cukup menarik dibahas sepanjang kisah ini “mengapa aku adalah aku”. Pertanyaan yang kedengarannya sangat sederhana ini sukses membuat saya berpikir ulang siapa “aku” dan apa “aku” ini. Kenyataannya kita cenderung  berharap menjadi orang lain dan ingin menjalani hidup orang lain. Dan apakah memang menyenangkan menjalani kehidupan orang lain itu. Pertukaran jati diri di antara kedua  tokoh utama Hoja dan budaknya yang terjadi di sepanjang kisah, diungkapkan dengan cara yang unik dan membuat pembaca bertanya-tanya apakah menjalani kehidupan orang lain memang bisa membuat kita bahagia. Mengapa aku adalah aku dan mengapa aku bukan kamu.
Oh iya, sampul buku ini entah mengapa membuat saya bingung mendefinisikannya. hehehhehehe
 

0 komentar: