Kau pernah merasa bosan pada
suatu keadaan ?
"Agustus Minggu Pertama"
Berada diatas ketinggian
berpuluh-puluh ribu mill diatas laut berjam-jam lamanya pasti akan sangat
membosankan. Kau hanya bisa menggerutui detik demi detik waktu yang terlewat.
Tak ada yang bisa kau lakukan selain menyerahkan nasibmu pada pilot yang tidak kau
kenali itu. Aku sangat benci ketergantungan seperti ini, ketidakberdayaan atas
takdir yang aku tak punya daya mengupayakan apapun selain berpasrah. Aku benci
berpasrah, menyerah pada ketidak berdayaanku. Menjadi lemah. Namun pada kenyataannya ada banyak hal yang memang
tidak bisa kita paksakan. Manusia selalu dibatasi garis takdir, ada
batasan-batasan tak kasat mata yang memang tak bisa kita seberangi seberapa
kuat pun kita terus menerus mencoba.
Hiruk pikuk bandara seperti tak
pernah berakhir, tak ada jeda. Dari pagi sampai pagi lagi. Orang-orang berlalu
lalang entah kemana, mereka bepergian dengan berbagai alasan. Cinta, keluarga,
masa depan, rasa sakit, rindu, atau bahkan ada banyak yang bepergian tampa
alasan. Mereka hanya ingin pergi, menjeda sejenak dari rutinitas dunianya yang
mungkin semakin menjenuhkan. Menggendong ransel berkilo-kilo, menuju suatu
tempat yang belum pernah mereka lihat. Traveler begitu orang-orang menyebutnya.
Dulu saya pernah menjadi bagian dari orang-orang itu, bepergian tampa alasan,
pergi hanya karena ingin pergi. Tiba-tiba
saja berada di spektrum lain dunia ini, berada di suatu tempat antah berantah,
hilang di suatu tempat yang asing dan itu menyenangkan.
Bagian terbaik dari suatu
perjalanan bagiku adalah menunggu di bandara. Menunggu pesawat yang akan
membawamu pergi. Saya betah berlama-lama di bandara, menyaksikan jutaan manusia
berlalu lalang itu, kau bisa membedakan tujuan bepergian mereka dari cara
berpakaian atau tentengan yang mereka bawa. Bandara memang menceritakan banyak
spektrum kehidupan, ada banyak hal yang terjadi di bandara. Ada banyak cerita
yang bisa dikisahkan.
Pramugari-pramugari berdandan
rapi, perempuan-perempuan muda bergaya glamor, celana setengah jengkal atau
dengan rok panjang dengan sobekan yang tak kalah panjangnya, Makeup-makeup
menor dengan koper-koper yang terlihat mewah. Orang-orang di bandaran selalu
ingin terlihat lebih kaya bahkan paramu saji restoran atau toko oleh-oleh di
ruang tunggu juga terlihat lebih berkelas, satu-satunya yang selalu tampak
sederhana dan bersahaja hanyalah tukang bersih-bersih toilet.
Aku pernah bertemu seseorang di
bandara, kami sama-sama menanti perjalanan selanjutnya, sama-sama harus
menunggu berjam-jam lamanya. Bedanya dia akan ke barat dan saya akan ke timur.
Secara tak sengaja kami duduk di meja yang sama di sebuah kafe pojok di
terminal keberangkatan internasional. Kami bertukar cerita, tempat-tempat
menarik yang masing-masing akan kami kunjungi. Uniknya dia pernah mengunjungi
tempat yang akan kukunjungi dan aku pernah mengunjungi tempat yang dia
kunjungi. Lucunya, selama berjam-jam itu kita tidak saling memperkenalkan diri,
tidak bertukar nomor hape bahkan tidak saling follow di Instagram. Aku rasa pertemuan-pertemuan sepintas seperti
itu hanya suatu yang kontemplatif, suatu keadaan yang membiarkan kita hadir dan
tersingkir dalam satu wilayah waktu seseorang. Tak lagi ada pertemuan-pertemuan
berikutnya. namun pertemuan singkat itu meninggalkan sedikit kenangan manis,
yang entah kenapa kadang saya berharap momen itu bisa terulang atau saya
berharap dalam satu penerbangan tiba-tiba kita kembali dipertemukan. Lucu,
memang garis takdir mempertemukan manusia lalu mempermainkannya.
0 komentar: