Klenteng Sam Po Kong |
kita selalu menjalani dua cerita kehidupan. kehidupan yang kita jalani dan kehidupan kita yang diceritakan orang lain
9 Juli 2015, Hari ke 22 di bulan Ramdhan, Minggu ke sekian di tempat Diklat ini, "Pulang" satu-satunya hal yang bisa kupikirkan sekarang ini. tak lagi ada yang bisa kupikirkan selain kata pulang itu. Tidak nilai praktikum auditingku yang terancam her atau rapelan gajiku yang hingga kini tak juga kunjung menghiasi rekeningku. Kenapa harus pulang ? karena saya tahu, di sana di rumahku, seseorang yang selalu kupanggil ibu juga sedang merindukanku.
Diklat yang melelahkan, berbulan-bulan ini membuatku lalai mengunjungi blog kesayanganku ini, ada berbagai hal yang terlewatkan yang tidak sempat kutuliskan di sini. Kita sungguh akan melalui banyak hal dalam kehidupan kita. berbagai hal yang bahkan mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran kita. oh iya, kalian tahu, Jakarta adalah salah satu tempat yang tidak pernah kutulis dalam jadwal tempat-tempat yang harus dan akan kukunjungi, tapi takdir selalu menulis kisahnya sendiri dan kita dipermainkannya. Saya kini harus berusaha menerima Jakarta, seperti aku menerima Makasar, Malang dan Jogjakarta. Semoga kita bisa berdamai
Oh iya, ini lanjutan catatan perjalananku ke Semarang yang baru sempat kulanjutkan.
*********************************************************************************
Semarang memang bukan kota wisata layaknya Jogja, tapi bukan berarti tidak ada hal-hal menarik yang bisa anda temui disana. Ada banyak tempat yang cukup menarik untuk anda kunjungi di Semarang ini, termasuk diantaranya Lawan Sewu, Klenteng, Masjid Agung dan Kota Lama.
Hari pertama di semarang saya hanya sempat mengunjungi Lawan Sewu dan Klenteng Sam Po Kong. Tentang Lawang sewu sudah kutuliskan pada tulisanku sebelumnya kan. Dari lawang Sewu saya menuju ke Klenteng dengan taksi tarif 15.000. Tidak banyak hal yang istimewa di Kelenteng ini, sebagaimana umumnya Klenteng selalu penuh dengan ornamen-ormnamen yang berwarna cerah. Klenteng ini berwaran merah cerah dengan banyak patung-patung naga yang menghiasi tempat ini. Juga sebuah patung berdiri dengan gagahnya, patung laksamana Chen Ho yang terkenal itu. kalian tahu siapa laksamana Ceng Ho itu kan ? tidak perlu kuulas di sini. Menjelang malam, saya memutuskan untuk pulang ke penginapan, beristirahat sejenak, mandi dan sholat.
Malamnya saya menyusuri kota lama semarang, dari penginapanku hanya dibutuhkan kira-kira 15 menit jalan kaki untuk sampai ke tempat ini. Kota lama semarang merupakan kawasan yang cukup luas dengan berbagai keunikan-keunikannya. saya mengelilingi kota lama yang eksotis unu menumpang pesva modifikasi dengan penumpang duduk disampingnya. biar terkesan semakin jadul.
Ada beberapa stand-stand penjual berbagai macam barang antik. berjejer rapi dengan tenda-tenda yang terang temarang. berbagai macam hal di jual disana, koin-koin kuno, majalah-majalah dan buku-buku lama, mainan-mainan yang sempat tren di era 80 dan 90an. mengunjungi tempat ini seperti membawaku ke masa-masa kecilku.
Puas berkeliling saya menikmati hidangan
malam di Restocafe, letaknya dibelakang pameran barang-barang antik di samping gereja tua. suasananya kafe ini terbilang romantis, lilin-lilin di dalam gelas bening dengan airnnya yang berwarna biru mengeluarka aroma wijen yang hangat menenangkan. ornamen-ornamen yang terlihat begitu tua, musik klasik, kursi dan meja yang tak kalah tuanya, beberapa pajangan senjata yang hampir kalah dimakan usia. Sebuah rangka mobil berwarna coklat kusam berkarat dengan kaca jendalanya yang entah kemana dipajang rapuh dipojokan. Tembok-tembok dengan catnya yang terkelupas, memperlihatkan batu bata berwarna merah redup tua termakan usia. Lampu-lampu gantung tua dengan cahayanya yang redup berpendar. Helem-helem bekas penjajah Belanda berjejer rapi di sebelah kanan meja saya, lonceng-lonceng kecil berjejeran di sebelahnya ada foto Presiden Soekarno berdiri gagah dengan peci hitamnya juga foto seorang pesinden tersohor di negeri ini di masa mudanya di sampul sebuah majalah tua. Tempat ini istimewa, sayang saya tidak sempat mengabadikannya. hapeku lowbet. jam 9 malam, aku memutuskan pulang ke penginapanku
malam di Restocafe, letaknya dibelakang pameran barang-barang antik di samping gereja tua. suasananya kafe ini terbilang romantis, lilin-lilin di dalam gelas bening dengan airnnya yang berwarna biru mengeluarka aroma wijen yang hangat menenangkan. ornamen-ornamen yang terlihat begitu tua, musik klasik, kursi dan meja yang tak kalah tuanya, beberapa pajangan senjata yang hampir kalah dimakan usia. Sebuah rangka mobil berwarna coklat kusam berkarat dengan kaca jendalanya yang entah kemana dipajang rapuh dipojokan. Tembok-tembok dengan catnya yang terkelupas, memperlihatkan batu bata berwarna merah redup tua termakan usia. Lampu-lampu gantung tua dengan cahayanya yang redup berpendar. Helem-helem bekas penjajah Belanda berjejer rapi di sebelah kanan meja saya, lonceng-lonceng kecil berjejeran di sebelahnya ada foto Presiden Soekarno berdiri gagah dengan peci hitamnya juga foto seorang pesinden tersohor di negeri ini di masa mudanya di sampul sebuah majalah tua. Tempat ini istimewa, sayang saya tidak sempat mengabadikannya. hapeku lowbet. jam 9 malam, aku memutuskan pulang ke penginapanku
Salah satu bangunan yang cukup menarik di kota lama ini adalah gereja Bleduk Gereja Blenduk yang merupakan bangunan tertua di kawasan itu dibangun pada tahun 1753 di zaman pendeta Johanennes Wihelmus Swemmelaar. Gereja dengan kubahnya yang unik ini konon pernah limbung. Pondasi bangunannya di bagian timur sempat ambles beberapa sentimeter sehingga dikhawatirkan akan menganggu konstruksi seluruh bangunan. Untung kemudian hal itu bisa diatasi dengan melakukan perbaikan, sehingga kekhawatiran kerusakan lebih parah bisa dihindarkan. Menurutku tempat ini tak kalah menariknya dibanding dengan Borobudur atau Prambanan, sayang tempat ini kurang dimaksimalkan oleh pemerintah, Tempat ini terlihat kumuh berantakan tidak terawat, tempat ini sudah sangat memperihatinkan tinggal menunggu waktu dan tempat eksotis yang sarat dengan nilai-nilai sejrah ini akan segera hilang. seperti sejarah itu sendiri, terlupakan hilang termakan waktu.
Pasar Johat Semarang, setelah kebakaran |
Aku melangkahkan kakiku dengan malas, begitu banyak hal tiba-tiba menyeruak di benakku tanpa bisa kucegah, entah dosa apa yang diperbuat penduduk negeri ini, diberikan musibah yang tidak henti-hentinya, diberikan pemimpin yang tidak benar-benar bisa mengurus dan memimpin rakyatnya
Menjelang senja aku kembali ke Jogja, setelah sebelumnya mampir di salah satu masjid yang terbilang mega di Jawa Tengah yakni Masjid Agung Jawa Tengah. Saya sangat menyarankan jika anda berkunjung ke Semarang untuk mampir sejenak di masjid ini.
*Jangan lupa mampir di IGku @asdar_munandar
0 komentar: