Saya tidak tahu, mengapa ketika anak-anak kecil itu tertawa renyah kita dengan gampang ikut tertawa. Mungkin kita sedang menertawakan diri kita sendiri, yang telah begitu lama melupakan ketulusan. Ketulusan menjalani hidup seperti masa kecil kita dulu. Atau kita sedang merindukan masa-masa keterpaduan kita dengan alam. Masa di mana aroma surga masih mendominasi wangi tubuh kita.
Anak-anak adalah bukti keterpaduan alam semesta dengan manusia. Anak-anak adalah kondisi di mana jiwa masih begitu bersih, terbebas dari persepsi-persepsi yang mendominasi hidup manusia dewasa. Pada dasarnya ketika kita dilahirkan, kita bagian dari alam. Jadi pada saat kita dilahirkan secara natural kita memiliki bahasa yang sama dengan alam tapi ketika kita beranjak besar kita menggunakan bahasa yang manusia ciptakan sendiri. Kita mulai lupa dengan bahasa alam. Kita menggunakan persepsi-persepsi yang timbul oleh dominasi pancaindra. Kita kehilangan intuisi alami.
Anak-anak adalah bukti keterpaduan alam semesta dengan manusia. Anak-anak adalah kondisi di mana jiwa masih begitu bersih, terbebas dari persepsi-persepsi yang mendominasi hidup manusia dewasa. Pada dasarnya ketika kita dilahirkan, kita bagian dari alam. Jadi pada saat kita dilahirkan secara natural kita memiliki bahasa yang sama dengan alam tapi ketika kita beranjak besar kita menggunakan bahasa yang manusia ciptakan sendiri. Kita mulai lupa dengan bahasa alam. Kita menggunakan persepsi-persepsi yang timbul oleh dominasi pancaindra. Kita kehilangan intuisi alami.
Dominasi persepsi ini disebabkan semakin matangnya indra penglihatan, pendengaran dan akal yang membentuk pemahaman fatamorgana kita. Kita menjadi manusia yang melupakan keterpaduan kita dengan alam. Kita akhirnya membentuk hidup kita berdasarkan persepsi-persepsi tadi. Kita mulai melupakan bahasa-bahasa alam. Jadi ketika alam semesta memberikan sejuta pertanda kepada kita, kita yang mulai sombong ini tidak akan bisa memahaminya. #OlahRasa
0 komentar: