|
Ilustrasi. (inet) |
Saya ingin tahu, atau tepatnya diberi
tahu oleh golongan yang sekiranya merasa
tahu, sok tahu atau sekedar tahu. Saya pribadi tidak bisa membiarkan
diri bingung dalam ketidaktahuanku ini. Apakah peristiwa pembunuhan sadis, kejahatan seksual, Fedhopil dan berbagai jenis
sadisme lainnya yang merebak dewasa ini adalah suatu permasalahan individu atau
suatu permasalahan sosial. Apakah
tindakan saudara-saudara kita itu murni gejala personal subjektif-eksklusif,
ataukah sebuah refleksi atau simptoms dari atmosfir kehidupan umum ?. Apakah pelaku kejahatan itu hanya
oknum, ataukah warga dari suatu iklim kolektif seperti di JIS misalnya?. Penyakit
kejiwaan seperti libido menyimpang, hasrat membunuh, kepuasan membantai
tersebut urusan pribadi masing-masing pelaku ataukah perkara tersebut jadi
urusan kita bersama.
Apakah yang akan menjadi terdakwa
kelak di hadapan Allah mereka saja ataukah kita juga, sebab keseluruhan
kejadian di lingkungan kita tidak terlepas dari upaya kepemimpinan nilai
kolektif kita bersama ? apakah bapak ibu mereka, Pak Bupati, Pak Gubernur dan Pak
Presiden atau seperti kita semua dijamin akan terbebas dari tanggung jawab
mengenai masalah itu kelak di hadapan mizan Allah. Dalam cara berpikir hukum formal
peristiwa itu berdiri sendiri. Tetapi demikian pula menurut cara berpikir sosio
kultural ? apalagi cara berpikir religi universal. Terutama kalau kita
memahami apa yang disebut kausalitas historis atau sebab akibat kesejarahan
setiap prilaku manusia.
Apakah pelaku kejahatan dan
sadisme yang teramat istimewa itu akan kita suruh bercermin, ataukah mereka
adalah justru cermin terpampang di depan
wajah kita?. Kita bisa menyelamatkan diri secara gampang dengan cepat-cepat
menyebut bahwa orang-orang ini memiliki kelainan jiwa. Artinya mereka berbeda dengan
kita. Kalau kita ini normal. Mereka tidak. Kita tidak sadis. Kita bukan
pembunuh, psikopat atau fedhofil. Kita mustahil melakukan itu.
Tapi benarkah iklim kejiwaan pada
pembunuh itu ada hanya pada diri mereka dan sama sekali tidak ada dalam jiwa
kita. Jangan-jangan kelak kita hanya selangkah kecil dari wilayah kejiwaan
semacam itu. Jangan-jangan kita sendiri memang hidup dalam tradisi membunuh
orang, memakan dagingnya, mengalungkan ususnya, atau mempermainkan kepalanya.
Karena pada kenyataannya kanibalisme psikologis dan kultural memang ternyata
bukan barang langka dalam praktek kehidupan kolektif kita hari-hari.
Apakah peristiwa itu histeria
temporer alias situasi kalap sesaat? Atau merupakan endapan dari atmosfer
sosial yang kedalamannya tak bisa di selami oleh ahli-ahli masalah sosial ?
karena kaum cerdik pandai modern lebih sibuk dengan statistik, angka-angka, materi,
susunan, dan tidak dengan manusia.
*Terinspirasi dari tulisan MH.A.N
0 komentar: