Sabtu
ini seperti sabtu pagi sebelumnya dan juga sabtu pagi
sebelum-sebelumnya. Saya selalu menyisihkan waktu khusus ini di Puskot,
duduk manis di bagian pojok belakang. Menghabiskan waktu menjelajahi
imajinasi para penulis-penulis buku. Menikmati waktu libur, menikmati
duniaku, menikmati kesendirianku dan mengamati fenomena unik para
pengunjung Puskot. Selalu saja ada cerita yang berbeda tiap pekannya.
Dua sejoli yang memadu kasih diam-diam, takut-takut, malu-malu.
Bapak-bapak usia paru baya yang beromatisan ria (hehehhe.. asumsi saya mungkin itu istri muda atau istri barunya).
Penjaga perpustakaan yang lalu lalang menata buku, sekali-kali
tersenyum sopan kepada para pengunjung. Suara lembut lembaran-lembaran
kertas yang dibolak-balik. Celoteh-celoteh tertahan bocah-bocah cilik
yang kebetulan diajak orang tuanya berkunjung ke puskot. Semuanya
membuat saya kangen, menjadikan tak sabaran menanti sabtu datang lagi,
saking kangennya sampai-sampai saya tidak sadar hari ini datang kepagian
heehehehe . Pagi ini saya kembali duduk di bagian terbaik di Puskot,
duduk di sisi pojok belakang bagian paling aku senangi.
Minggu lalu di puskot ada workshopnya Bang Anwar Fuadi pengarang bukunya negeri lima menara itu (udah aku ceritain kan pada episode sebelumnya).
Tapi kali ini bukan tentang Bang Fuadi itu lagi khehe.., kali ini hanya
ingin menceritakan tentang perjalanan saya beberapa Minggu yang lalu ke
Semeru, pasti pada tau kan Gunung Semeru (itu yang di filmnya 5 Cm, yakin kalian pasti udah pada nonton). Biar lebih jelas, sedikit akan aku ulas tentang Semeru.
Nah..
Semeru adalah gunung tertinggi dan salah satu gunung merapi yang masih
aktif di pulau jawa, dengan ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut
(mdpl),. Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi
Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS
dan 120°55' BT. Puncak Semeru dikenal dengan nama Mahameru dan kawah di
puncaknya di beri nama Jonggring Saloko, menurut legenda Gunung Semeru
dipercaya sebagai Bapak Gunung Agung yang berada di Bali. Gunung Semeru
juga dipercaya merupakan
tempat tinggal atau puncak abadi para Dewa. Mayoritas penduduk di sini
masih menganut paham kejawen dan beberapa beragama Hindu dan islam. Maka
tak heran ketika kalian berkunjung ke sana, ritual-ritual bernilai
budaya dan tradisi-tradisi masa lalu masih kental terasa. Dan itu
memberikan eksoktika tersendiri.
Orang
pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet (1838) seorang ahli
geologi berkebangsaan Belanda. Hingga kini tak terhitung banyaknya
pendaki-pendaki yang telah menaklukkan gunung Semeru ini. Pemandangan
dan petualangan yang menakjubkan menyebabkan jalur pendakian ini selalu
ramai. Oh iya di sini juga tercatat kisah momentual, Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1969 akibat menghirup asap beracun di Gunung Semeru. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis.
Meskipun demikian denyut di Semeru seperti tak pernah berhenti, tiap
saat selalu saja ada yang terpanggil, datang dan datang lagi. Seperti
pada hari ini, sabtu 25 september 2013, saya dan segerombolan
kawan-kawan saya, turut menorehkan kisah kami disini. Di Gunung Semeru.
Kisah tentang perjalanan anak-anak manusia untuk lebih mengenal
alam-Nya.
Perjalanan
ke Semeru setidaknya membutuhkan waktu 3 sampai 4 hari pulang pergi.
Dengan titik tolak awal keberangkatan di Ranu Pani, desa terakhir di
kaki Semeru. Kalian bisa ke Ranu Pani dengan menumpang truk sayur atau
jip. Dari Malang, mungkin dibutuhkan kurang lebih 3 sampai 4 jam untuk
tiba di Ranu Pani. Kami
tiba di kaki Gunung Semeru saat matahari malu-malu menampakkan sinarnya
dari balik bukit. Pagi, awal yang indah memulai perjalanan. Untuk
sampai puncak setidaknya kita akan melewati beberapa titik
pemberhentian: Ranu Pani à watu Rejeng à Ranu Kumbolo à Oro-oro Ombo à Kali Mati dan terakhir sebelum sampai puncak Mahamaru,
pendaki akan menginap di Arcopodo dan meneruskan perjalanannya
menjelang subuh. Menikmati matahari terbit di puncak Mahameru, dataran
tertinggi di tanah Jawa.
Dari
Ranu Pani ke Ranu Kumbolo perjalanan kami tempuh kurang lebih 4 jam
dengan jarak perjalanan +/- 14 km. Dibanding perjalanan saya sebelumnya
ke Panderman, menurutku track ke Ranu Kumbolo lebih enak dan lebih
landai, menyusuri lereng bukit dan mengikuti track pendakian lumayan
mudah. Di sepanjang perjalan kalian akan menikmati indahnya goresan
Tuhan, seluet puncak mahameru dari kejahuan, hutan pinus dan cemara,
lereng-lereng bukit ditumbuhi edelweis, dan beruntung kami sempat
melihat kepulan asap dari puncak Mahameru. Beberapa
kali kami break istirahat, setidaknya ada 4 sampai 5 pos peristirahatat
yang tersedia. Sepanjang perjalanan, kami sesekali berpapasan dengan
pendaki-pendaki yang turun gunung, saling sapa dan saling memberi
semangat. Entahlah ada ikatan batin tersendiri yang menyatukan hati-hati
para pendaki, membuat suasana terasa lebih akrab.
Matahari beranjak matang, menjelang Dzuhur akhirnya sampailah kami di Ranu
Kumbolo. Perjalanan yang melelahkan terbayar sudah. Di depan kami
terhampar danau indah dengan air biru kehijau-hijauan. Berada di
tengah-tengah bukit, di kelilingi pohon pinus dan cemara, padang sabana
terhampar luas. MasyaAllah, Sepotong surga di Indonesia, keindahan
semacam apa ini. Kami terdiam, beberapa teman perjalananku terlihat
menyeka ujung matanya. Terharu.
Selalu
ada rasa bangga, selalu ada rasa haru, ketika kita berhasil berada pada
titik tertentu dalam kehidupan kita. Seperti halnya pada hari ini,
setelah menempuh perjalanan berjam-jam kini kami di sini. Berdiri
bersama rumput, pinus dan kabut. Mengalahkan batas-batas ego,
mengalahkan batas-batas rasio. Karenanya sejatinya pendakian bukanlah
perjalanan menaklukkan gunung tapi lebih dalam, perjalanan ini adalah
perjalanan menaklukkan hati dan aku menamainya perjalanan ini adalah
perjalanan cinta.
Dua
jam, yah kami di sana memang hanya dua jam, tidak lebih. Dan bagiku itu
sudah sangat cukup. Mungkin jika terlalu lama di sana maka keindahannya
semakin terasa hambar, hilang rasa spesialnya. Bagiku jauh lebih
menyenangkan mengenang sepotong kejadian yang hanya selintas terjadinya.
Memberikan cela untuk membayangkan lagi kenangan itu, dan itu akan
membuat semakin penasaran saat mengenangnya. Kami memutuskan pulang.
Ranu Kumbolo sudah cukup bagi kami. Sedari awal kami memang tidak
merencanakan sampai ke puncak Mahameru. Mungkin lain waktu, jika Tuhan
memberi banyak kesempatan lagi.
Matahari
menua, sayup-sayup suara adzan magrib terdengar dari balik pepohonan.
Sepasang kunang-kunang terbang melintas di antara cela-cela ilalang.
Bunyi hewan-hewan malam bersahut-sahutan, aroma rumput basah dan
sesekali hembusan dingin angin gunung bertiup membawa kabut. Kami
akhirnya tiba di desa persis ketika matahari beralih menyinari bagian
lain bumi ini. Hari ini cukup sudah. Langkah kaki semakin kaku mungkin
pelumas di engselnya habis setelah seharian bekerja terlalu keras
menempuh perjalan kurang lebih 8 jam pulang pergi. Astaga.. kalian
pernah lihat mumi yang malang di filemnya paraNorman, persis seperti
itu. Engsel lutut tak bisa ditekuk, langka tertatih sambil ngangkang,
muka super cemong, rambut awut-awutan, aroma menyengat bau kelek.,
ckckkckc...
Seakan
tak cukup terminologi kata untuk menceritakan perjalanan kami ke sana,
tak cukup simbol untuk menggambarkan rasa yang mendedah di hati. Biarlah
kalian sendiri nanti yang akan menggambarkan rasanya dengan hati. Saat
di mana kalian juga menorehkan kisah kalian di sana, meninggalkan
sepenggal hati kalian di lereng Gunung Semeru.
Saya
Axxxr Mxxxxxxr bangga pernah di sini, bersama mereka orang-orang yang
berhati baik, orang-orang yang persahabatannya sangat aku hargai,
orang-orang yang aku cintai karena Allah.
NB: Akhir tahun ini merencanakan lagi perjalanan muncak ke Mahameru, menyambut matahari pertama 2014 di sana. InsyaAllah. Bagi yang berminat bareng, silahkan hubungi saya
0 komentar: