Judul: Kisah Klan Otori:
Across the Nightingale Floor
Penulis: Lian Hearn
Penerjemah: Meithya Rose
Prasetya
Penyunting: Miq Acango
Desain isi: Cadera
Studio
Jumlah halaman: 400
Cetakan: VII, Februari
2007
Penerbit: Matahati
ISBN: 9799840716
Kisah Klan Otori: Across the Nightingale Floor adalah buku pertama dari triologi yang fenomenal karya Lian Hearn. Buku ini konon telah diterjemakan ke dalam 26 bahasa dan telah memperoleh 11 penghargaan dari berbagai negara. Berkisah tentang Takeo seorang remaja berumur belasan tahun yang terjebak dengan kehidupan yang rumit di jaman feodal Jepang. Takeo harus menjalani takdirnya yang tiba-tiba berubah di suatu sore yang kelabu. Desa nya dibakar, orang tuanya dan dua adiknya yang masih kecil di bunuh oleh penyerangan membabi buta Klan Toan yang dipimpin oleh Lord Lida Sadamu yang kejam. Beruntung secara tak sengaja dia diselamatkan oleh pengembara yang juga merupakan bagsawan Klan Otori Lord Shigeru
Pertemuannya dengan Lord Shigeru mengubah nasibnya, tidak hanya diangkat
anak, Takeso juga dipertemukan dengan seseorang yang akhirnya mengungkap jati
dirinya sebagai seroang Tribe yakni suku rahasia yang memiliki kemampuan yang spesial.
Dengan latihan yang keras dan bimbingan yang teliti dari dua gurunya serta
bakatnya yang diturunkan dari garis keturunan Tribe dari orang tuanya Takeso
menjelma menjadi mimpi buruk bagi Lord Lida.
Buku ini ditulis oleh Lian Hearn, awalnya saya sedikit meremehkannya
mengingat Lian Hearn ini bukan merupakan penulis novel berkebangsaan Jepang.
Apa lagi standarku cukup tinggi untuk buku sejenis ini. Saya pernah membaca
kisah “Miyamoto Mushasi karya Eiji Yoshikawa” dan buku itu sukses menjadi salah
satu buku terbaik yang ada dalam list bacaanku. Buku itu merupakan buku rujukan
bahkan konon menjadi raja untuk karya-karya fiksi yang berlatar sejarah Jepang
dalam kaitannya dengan Samurai dan Shogun. Jadi ketika saya membaca biografi penulisnya
saya sedikit mengerutkan dahi, bagiaman bisa orang asing akan membahasakan
tradisi Jepang yang begitu rumit itu dengan baik. Namun keraguanku tampaknya
tak terbukti, Lian Hearn mampu bercerita sama baiknya dengan Eji Yoshikuwa.
Lian Hearn membuatku terkagum-kagum dengan bagaimana dia mengembahkan tokoh dan
alur ceritanya. Setiap karakter digambarkan begitu kuat dengan ciri khasnya
tersendiri. Setiap toko dalam cerita ini diberi porsi yang baik. Alur ceritanya
meski terlihat sederhana dan gampang ditebak nyatanya memberikan plot yang
sangat bagus untuk eksekusi akhirnya. Buku ini tidak memberi efek jenuh saat
membacanya. Mungkin karena penggunaan diksi yang sederhana dan penggambaran
akan kejadian dan peristiwa yang begitu detail menjadi nilai plus untuk novel
ini. Tak banyak bisa kuresensi dari buku ini. Mengingat masih ada beberapa seri
yang harus kuselesaikan lagi. Namun meski demikian ada beberapa quote dari buku
ini yang cukup membuatku tertarik, berikut beberapa diantaranya:
“The less people think of you, the more they
will reveal to you or in your presence.”
“But just as the river is always at the door,
so is the world always outside. And it is in the world that we have to live.”
“How was it possible for the world to be so
beautiful and so cruel at the same time?”
“I believe the test of government is the
contentment of the people.”
“When illusions are shattered by truth, talent
is set free.”
“The painter had achieved what we would all
like to do: capture time and make it stand still”
“It's what you do to yourself when you go mad
with rage. You have no idea how much you can hurt yourself with your own
strength.”
“Don't you know the man whose life you spare
will always hate you?”
“I learned embroidery," Kaede said,
"But you can't kill anyone with a needle."
“The world is always outside. And it is in the
world that we must live.”
“Death comes suddenly and life is fragile and
brief. No one can alter this, either by prayers or spells. Children cry about
it, but men and women do not cry. They have to endure.”
“They reminded me of the people of my village,
their indomitable spirit in the face of disaster, their unshakable belief that
no matter what might befall them, life was basically good and the world
benign.”
“Why do women have to suffer this way? Why
don’t we have the freedom men have?”
Lian Hearn, Across
the Nightingale Floor
0 komentar: