B uku Di Tepi Sungai Dajlah itu sebenarnya semacam catatan perjalanan Buya Hamka waktu beliau pergi ke Irak. Tapi jangan bayangin kayak ...

Di Tepi Sungai Dajlah: Kembara ke Kota Baghdad, Iraq by Buya Hamka

 


 Buku Di Tepi Sungai Dajlah itu sebenarnya semacam catatan perjalanan Buya Hamka waktu beliau pergi ke Irak. Tapi jangan bayangin kayak travel blog yang isinya cuma “aku ke sini, aku makan ini”. Nggak gitu. Ini lebih ke perjalanan batin dan pikiran.

Bayangin kamu lagi jalan-jalan ke tempat yang punya sejarah panjang banget tentang Islam. Nah, di sepanjang jalan, kamu nggak cuma lihat-lihat, tapi juga mikir: “Dulu Islam pernah jaya banget ya di sini. Kok sekarang kayak gini?”

Itu yang Hamka rasakan waktu dia berdiri di tepi Sungai Dajlah, sungai legendaris yang lewat kota Baghdad. Sungai itu jadi saksi bisu naik-turunnya peradaban Islam.

Buku ini lahir dari perjalanan Buya Hamka ke Timur Tengah, khususnya ke Irak, sebagai bagian dari kegiatan internasional pasca kemerdekaan Indonesia. Kunjungannya ke Baghdad, kota yang dahulu menjadi pusat kejayaan Islam, membuka ruang refleksi yang dalam bagi dirinya—bukan hanya sebagai seorang intelektual dan ulama, tetapi juga sebagai seorang Muslim yang bergulat dengan sejarah peradaban dan makna kebangkitan umat.

Buya Hamka mencatat pengalamannya secara puitis dan kontemplatif, lalu menyusunnya menjadi esai naratif yang sarat makna. Sungai Dajlah (Tigris), yang mengalir melewati kota Baghdad, dijadikan simbol arus sejarah, peradaban, dan nilai-nilai Islam yang terus berubah dari masa ke masa.

Di Tepi Sungai Dajlah bukanlah novel fiktif, tetapi catatan perjalanan intelektual dan spiritual. Buya Hamka menuliskan kesan-kesannya ketika menapakkan kaki di tanah Baghdad—yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pusat ilmu, kebudayaan, dan kekuasaan khalifah Abbasiyah.

Ia mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti Karbala dan Najaf, yang erat kaitannya dengan sejarah Syiah, terutama makam Husein bin Ali dan Ali bin Abi Thalib, sisa-sisa istana Khalifah Harun ar-Rasyid, simbol kejayaan Islam di masa Abbasiyah.

Lingkungan sekitar Sungai Dajlah, yang menyimpan banyak jejak sejarah. Dalam perjalanannya, Buya Hamka mengangkat tema: Perpecahan Sunni–Syiah, Keruntuhan Baghdad oleh tentara Mongol, Kemunduran intelektual umat Islam, Spirit toleransi dan adab berziarah dan Tafakur atas kejayaan yang hilang dan tanggung jawab umat masa kini

Buya Hamka tidak hanya berhenti pada nostalgia. Buya Hamka menyadarkan pembaca tentang perlunya introspeksi diri, kebangkitan ilmu, dan pembinaan akhlak umat agar Islam kembali kepada semangat aslinya yang agung. 4 bintang untuk buku ini.

 

0 komentar:

Judul Buku : Honeymoon With My Brother Penulis : Franz Wisner Penerjemah : Berliani M. Nugrahani Penerbit : Serambi Ilmu Semesta Jumlah Hala...

Sinopsis - Honeymoon with My Brother (Franz Wisner)

Judul Buku : Honeymoon With My Brother
Penulis : Franz Wisner
Penerjemah : Berliani M. Nugrahani
Penerbit : Serambi Ilmu Semesta
Jumlah Halaman : 592 Halaman
Harga : Rp. 69.000
ISBN : 9789790243866 

Pernikahan impian. Tunangan sempurna. Karier politik yang gemilang. Franz Wisner, seorang pria mapan dengan kehidupan yang tampak tak bercela, merasa dirinya telah berada di puncak segalanya. Namun hidup, sebagaimana sering terjadi, menyimpan kejutan-kejutan yang tak bisa diprediksi. Hanya beberapa hari sebelum hari pernikahan yang telah dirancang sempurna, tunangannya membatalkan segalanya. Undangan sudah tersebar. Tamu-tamu sudah diundang. Hotel sudah dibayar. Tapi cinta yang ia kira akan menjadi kekal, runtuh begitu saja.

Dalam pusaran rasa malu, kecewa, dan kebingungan, Franz menghadapi kenyataan pahit: ia tidak hanya kehilangan calon istrinya, tapi juga sebagian besar dari identitas dirinya yang selama ini melekat pada status sosial, pekerjaan, dan rencana hidup yang telah disusun rapi. Hidupnya, yang semula berjalan pada rel aman dan terencana, kini terasa kosong dan tak berarti.

Namun di tengah kehancuran itu, muncul satu keputusan impulsif namun penuh makna: mengubah bulan madu yang telah dipesan menjadi perjalanan bersama saudaranya, Kurt. Kurt — saudara laki-lakinya yang selama bertahun-tahun hubungannya renggang, dan hanya sesekali terdengar kabarnya. Mungkin orang lain akan mengurung diri dalam kamar, menangisi nasib, atau mencari pelarian dalam pekerjaan. Tapi tidak dengan Franz. Ia memilih untuk pergi — bukan untuk melupakan, tapi untuk menemukan kembali siapa dirinya sebenarnya.

Bersama Kurt, mereka memulai perjalanan yang awalnya hanya seharusnya berlangsung beberapa hari, namun berkembang menjadi perjalanan keliling dunia selama lebih dari setahun. Dari pasir-pasir gurun Maroko hingga pegunungan Peru, dari kuil-kuil di Thailand hingga pasar-pasar di Vietnam, keduanya tidak hanya menelusuri berbagai penjuru bumi, tapi juga membuka kembali ruang-ruang dalam hati mereka yang lama terkunci.

Dalam setiap tempat yang mereka kunjungi, Franz dan Kurt menyelami budaya, bertemu orang-orang asing yang ramah, menjajal makanan baru, dan bahkan menghadapi kesulitan-kesulitan tak terduga — semua itu dengan cara yang jenaka, reflektif, dan penuh kejujuran. Mereka tertawa bersama, bertengkar, saling membuka luka lama, dan membangun ulang hubungan persaudaraan yang dulu rapuh. Dari dua pria dewasa yang semula canggung satu sama lain, mereka menjelma menjadi sahabat sejati.

Apa yang membuat perjalanan ini begitu menyentuh adalah bagaimana Franz menulisnya dengan kejujuran brutal namun tetap dibalut humor yang cerdas. Ia tidak berusaha menjadi korban dalam kisahnya, tetapi justru membuka diri terhadap segala pelajaran yang ia temui di jalan. Perjalanan ini bukan hanya soal negara-negara eksotis atau momen Instagramable — ini adalah tentang memulihkan hati, menemukan arah hidup yang baru, dan belajar kembali tentang makna cinta dan keluarga.

Franz menyadari bahwa selama ini hidupnya terlalu terikat pada ekspektasi: menjadi pria yang sukses, menikah pada usia tertentu, punya pekerjaan yang terlihat membanggakan, dan mengikuti peta kehidupan yang dibuat oleh masyarakat. Tapi justru ketika peta itu terbakar, dan ia terjun ke wilayah tak dikenal tanpa arah yang pasti, ia benar-benar mulai hidup.

Kurt sendiri adalah sosok yang menarik. Ia berbeda dari Franz: lebih santai, lebih terbuka, dan lebih berani mengambil risiko. Meski pada awalnya terlihat sebagai pelengkap, seiring waktu Kurt menjadi cermin bagi Franz — menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari kontrol dan prestasi, tetapi dari kemampuan untuk hadir di momen sekarang, tertawa saat gagal, dan menerima hidup apa adanya.

Salah satu kekuatan utama dari Honeymoon with My Brother adalah kemampuannya untuk menyentuh sisi emosional pembaca tanpa terasa sentimental. Setiap cerita tentang tempat yang mereka kunjungi dibumbui dengan refleksi pribadi, yang kadang jenaka, kadang getir, tapi selalu terasa manusiawi. Tidak ada kesan menggurui. Tidak ada drama yang dibuat-buat. Hanya dua saudara laki-laki yang mencoba mengisi kekosongan dalam hidup mereka dengan petualangan dan tawa.

Di balik cerita perjalanan yang penuh warna, ada benang merah yang mengikat semuanya: bahwa dalam hidup, kehilangan bisa menjadi awal dari penemuan; bahwa keluarga, seberapapun rumitnya, bisa menjadi tempat untuk pulang dan bertumbuh; dan bahwa dunia ini terlalu besar dan terlalu indah untuk diabaikan hanya karena satu luka hati.

Dalam perjalanan mereka, Franz mulai memahami bahwa cinta sejati tidak harus datang dari hubungan romantis. Ia menemukannya dalam bentuk lain: dalam pelukan kakaknya, dalam percakapan larut malam dengan orang asing, dalam napas yang ia hirup saat berdiri di pegunungan yang belum pernah ia datangi sebelumnya. Ia belajar untuk mencintai hidupnya — dengan segala kekacauan, ketidaksempurnaan, dan kejutan-kejutan yang menyertainya.

Menjelang akhir buku, pembaca dibawa pada perasaan hangat: bukan karena Franz akhirnya “menang” dalam hidup, tetapi karena ia menerima dan mencintai hidup itu sendiri. Ia kembali dari perjalanannya bukan sebagai pria yang sama, tapi sebagai seseorang yang lebih jujur, lebih bebas, dan lebih manusiawi.

0 komentar:

  Judul: Second Sister Penulis: Chan Ho-Kei Terbit: 2020 Genre: Thriller, Misteri, Teknologi Novel pertama yang berhasil kuselesaikan di awa...

Review Novel Second Sister (Putri Kedua) Karya Chan Ho-Kei

 

Judul: Second Sister
Penulis: Chan Ho-Kei
Terbit: 2020
Genre: Thriller, Misteri, Teknologi

Novel pertama yang berhasil kuselesaikan di awal tahun ini adalah  Novel Second Sister karya Chan Ho-Kei. Awalnya saya maju mundur untuk memulai membaca novel ini, mengingat tebalnya lebih dari 600 halaman. Takuknya, novel ini sedikit membosankan, namun begitu memulainya saya seakan diajak sang detektif “N” untuk mengungkap siapa dalang dari pembunuhan gadis muda itu. Novel ini mengisahkan seorang wanita muda bernama Nga-Yee yang berusaha mengungkap kebenaran di balik kematian tragis adiknya, Siu-Man. Siu-Man ditemukan tewas setelah jatuh dari balkon apartemen mereka di Hong Kong, dan kasus ini awalnya dianggap sebagai bunuh diri. Namun, Nga-Yee merasa ada sesuatu yang janggal, terutama setelah menemukan petunjuk tentang cyberbullying yang dialami Siu-Man sebelum kematiannya.


Untuk mengungkap kebenaran, Nga-Yee meminta bantuan seorang hacker jenius bernama N—seorang pria eksentrik dengan kemampuan luar biasa dalam membobol sistem keamanan digital. Bersama, mereka menelusuri jejak digital dan mengungkap konspirasi yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.


Chan Ho-Kei mengangkat isu yang sangat aktual, yaitu cyberbullying dan dampak media sosial terhadap kehidupan seseorang. Novel ini menggambarkan bagaimana teknologi bisa digunakan untuk menghancurkan seseorang, tetapi juga bisa menjadi alat untuk mencari keadilan.


Nga-Yee adalah karakter yang kuat dan berani, meskipun tidak memiliki keterampilan teknis seperti N. Sementara itu, N adalah antihero dengan kecerdasan luar biasa tetapi memiliki sifat yang sulit ditebak. Interaksi mereka membangun dinamika yang menarik sepanjang cerita.


Sungguh, Second Sister ini dipenuhi dengan plot twist yang tak terduga. Pembaca diajak mengikuti investigasi yang penuh ketegangan, di mana setiap petunjuk membawa mereka ke rahasia yang lebih dalam. Second Sister adalah novel thriller yang cerdas dan penuh kejutan, menggabungkan elemen investigasi klasik dengan dunia digital yang semakin relevan di era modern. Dengan karakter yang menarik dan plot yang penuh intrik, novel ini sangat direkomendasikan bagi penggemar cerita misteri yang berpikir mendalam.


Rating: 4.5/5


0 komentar: