Judul : Twenty-Four Eyes (Nijūshi no Hitomi) Penulis : Sakae Tsuboi Tahun Terbit : 1952 Genre : Fiksi Historis Sinopsis : "Twent...

Revew Buku: Twenty-Four Eyes (Dua Belas Pasang Mata)

 



Judul: Twenty-Four Eyes (Nijūshi no Hitomi)
Penulis: Sakae Tsuboi
Tahun Terbit: 1952
Genre: Fiksi Historis

Sinopsis: "Twenty-Four Eyes" adalah sebuah novel yang berlatar di sebuah desa kecil di pulau Shodoshima, Jepang. Cerita ini dimulai pada tahun 1928 dan mengikuti perjalanan seorang guru muda bernama Hisako Ōishi, yang mengajar kelas pertama di sekolah dasar setempat. Sebagai seorang pendatang baru, dia harus menghadapi tantangan dan rintangan yang muncul dari perbedaan antara metode pengajarannya yang modern dan pandangan konservatif masyarakat desa. Novel ini menjelajahi kehidupan 12 muridnya, yang masing-masing menghadapi berbagai kesulitan, harapan, dan impian mereka, seiring dengan perubahan zaman yang penuh gejolak, termasuk periode perang dunia kedua.

Dua Belas Pasang Mata, karya sastrawan Jepang ternama Sakae Tsuboi, mengajak pembacanya menyelami kisah haru seorang guru perempuan bernama Oishi yang ditugaskan di sebuah sekolah pelosok di sebuah pulau kecil. Novel ini bukan hanya tentang lika-liku dunia pendidikan, tetapi juga tentang cinta, kehilangan, dan ketangguhan jiwa manusia dalam menghadapi berbagai rintangan hidup. saya menutup lembar terakhir buku ini dengan perasaan campur aduk. saya menghela nafas panjang. memberikan jeda sejenak pada pikiran dan perasaan saya atas apa yang baru saja saya selesaikan. rasanya hampa sekali.

Tema dan Topik: Novel ini mengeksplorasi tema-tema seperti perubahan sosial, dampak perang, perjuangan pendidikan, dan kekuatan hubungan manusia. Penulis menggunakan karakter-karakter anak-anak dan perkembangan mereka dari masa kecil hingga dewasa untuk menggambarkan bagaimana peristiwa besar dalam sejarah Jepang mempengaruhi kehidupan individu dan komunitas kecil.

Tsuboi menghadirkan cerita dengan narasi yang mengalir puitis dan menyentuh hati. Setiap kata yang dirangkai terasa begitu hidup, membawa pembaca seolah-olah ikut merasakan setiap momen suka dan duka yang dialami oleh Oishi dan murid-muridnya. Penggambaran desa nelayan yang sederhana dan indah, serta interaksi hangat antara Oishi dan anak-anak didiknya, menghadirkan atmosfer pedesaan yang menenangkan dan penuh makna.

Di balik keindahan alam dan kisah inspiratif tentang dunia pendidikan, Dua Belas Pasang Mata juga mengangkat tema yang kelam: perang dan kehilangan. Kekejaman perang Dunia II perlahan-lahan mulai merayap masuk ke pulau kecil yang damai, menelan korban jiwa dan meninggalkan luka mendalam bagi Oishi dan murid-muridnya. Tsuboi tidak menggambarkan kengerian perang secara gamblang, namun efeknya terasa begitu nyata melalui perubahan sikap dan perilaku para tokoh.

Karakter Utama:

  • Hisako Ōishi: Guru muda yang idealis dan penuh dedikasi. Melalui mata dan pengalaman Hisako, pembaca bisa melihat perkembangan murid-muridnya serta perubahan yang terjadi di masyarakat Jepang.
  • Murid-Murid: Dua belas murid yang memiliki beragam latar belakang dan karakteristik, mewakili berbagai aspek kehidupan di desa tersebut. Setiap murid memiliki cerita unik yang memberikan kedalaman dan kekayaan pada plot keseluruhan.

Gaya Penulisan: Sakae Tsuboi menulis dengan gaya yang sederhana namun penuh emosi. Penulis menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan deskriptif, membuat pembaca bisa merasakan atmosfer desa Shodoshima dan perkembangan karakter-karakternya dengan jelas. Narasi yang disajikan dengan sudut pandang pihak ketiga memungkinkan penulis untuk menggambarkan perasaan dan pikiran setiap karakter dengan mendalam.

Analisis: "Twenty-Four Eyes" adalah sebuah karya yang mengharukan dan memberikan wawasan tentang sejarah dan budaya Jepang. Melalui karakter Hisako Ōishi, penulis menggambarkan dedikasi seorang guru yang berusaha membuat perbedaan dalam kehidupan murid-muridnya meskipun menghadapi banyak tantangan. Novel ini juga menggambarkan bagaimana peristiwa besar seperti perang bisa mempengaruhi kehidupan individu secara mendalam, mengubah takdir dan impian mereka.

Salah satu kekuatan utama novel ini adalah kemampuannya untuk menyeimbangkan antara cerita individu dan konteks sejarah yang lebih luas. Pembaca dapat merasakan ikatan emosional dengan karakter-karakter di dalamnya, sambil belajar tentang kondisi sosial dan politik Jepang pada masa itu.

Kesimpulan: "Twenty-Four Eyes" adalah novel yang memikat dan menyentuh, menawarkan perspektif yang unik tentang kehidupan di Jepang pada paruh pertama abad ke-20. Melalui narasi yang kuat dan karakter yang mendalam, Sakae Tsuboi berhasil menyampaikan pesan tentang pentingnya pendidikan, hubungan antar manusia, dan dampak perubahan sosial. Bagi mereka yang tertarik pada fiksi historis dan cerita yang kaya akan emosi, "Twenty-Four Eyes" adalah bacaan yang sangat direkomendasikan.

 

0 komentar: