Mt. Papandayan 2.665 mdpl Saya duduk termenung di depan perapian, gugusan bintang terlihat begitu mempesona, ratusan ribu b...

Salam Perpisahan dari Papandayan




Mt. Papandayan 2.665 mdpl



Saya duduk termenung di depan perapian, gugusan bintang terlihat begitu mempesona, ratusan ribu berkelap kelip sangat cantik, tapi kalian tahu bintang tak pernah secantik tampaknya, tak pernah sedekat yang bisa kita bayangkan, mata kita selalu tertipu. September ini angin gunung  terasa begitu dingin, kayu terbakar habis begitu cepat. Jaket tebalku semakin kukencangkan. Jam 10. 30 pm, saya masih betah duduk di depan perapian ini. Sendiri. Teman-temanku sudah nyaman bergemul dibawa sleeping bagnya masing-masing. Menghalau dingin. Saya selalu menyukai momen-momen seperti ini, bisa berkontenplasi, bisa lebih dekat dengan alam,  hidup terasa begitu bebas.

Kami mendirikan tendah di area pekemahan Gunung Papandayan, Pondok Saladah. Kami sedang melakukan pendakian ceria di Gunung ini. Gunung yang memiliki ketinggian hanya 2.665 mdpl ini. Gunung ini berada di wilayah Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Area camping ground ini telihat sepi, tidak banyak pendaki yang melakukan pendakian  akhir pekan ini. Mungkin karena kebakaran dahsyat minggu lalu, ratusan hektar hutan hangus terbakar, juga berhektar-hektar bunga edelweis yang menjadi  daya tarik gunung ini hampir tak bersisa, semuanya terbakar hangus. Entah berapa banyak tanaman dan satwa endemik juga ikut terbakar.

Papandayan layaknya Prau di Wonosobo, cukup bersahabat untuk pendaki pemula. Tidak membutuhkan usaha yang begitu keras untuk menapak puncaknya. Banyak fasilitas di atas sana, tidak perlu bersusa payah membawa bekal yang memberatkan pendakian. Ada beberapa warung di sana. juga pasilitas toilet dan musollah sederhana. Pendaki sangat dimanjakan di pondok Salada. Pendakian di gunung ini hampir tidak pernah sepi. 

Di titik awal pendakian kita akan melewati kawah belerang yang berbau sangat menyengat, titik awal pendakian ini terbilang cukup menyiksa. Aroma beleran begitu menyengat ditambah hawa panas pegunungan menjadi tantangan awal para pendaki. Setelah titik ini kita akan melwati jalur treking berdebu dan area hutan  pohon cantigi dengan rantingnya yang menyebar ke mana-mana. Bagian ini adalah bagian yang sangat kusukai dari pendakian papandayan ini, hutan hoomgen ini tampak begitu berbeda dibawa sinar matahari. Kesan eksotis dan sedikit menyeramkan begitu terasa, apa lagi saat senjahari, saat matahari hampir tenggelam menyebabkan bayangan hutan lebih gelap.


Selain traking dan pemandangan selama jalur pendakian yang indah, Papandayan juga terkenal dengan hutan matinya. Hutan mati jaauh lebih eksotis, ratusan pohon-pohon cantigi  mati yang hangus terbakar begitu terlihat berbeda. Konon dulu katanya hutan mati ini lebih lebat lagi, lebih banyak pepohonan bekas terbakarnya, tapi seiring semakin banyaknya pengunjung yang datang area hutan mati ini pun semakin berkurang. Sejengkal demi sejengkal, sebatang demi sebatang. hampir punah. Begitulah alam, manusia datang tanpa sadar membawa perubahan. Manusia  menginginkan alam berubah sekehendak hatinya, bukan malah sebaliknya belajar banyak hal pada alam.

Di sisi lain hutan mati ini ada jurang yang mengaga dengan asap belerangnya yang cukup tebal, tanah kapur putih begitu kontraks dengan pepohonan yang hangus terbakar, bunga-bunga edelwais yang belum mekar sempurna juga tanaman perdu di sekeklilingnya.  Hembusan angin utara menerbangkan debu-debu pegunungan yang berwarna putih kelabu. Warna debu-debu bebatuan kapur.



Papandaya kurasa sebagai titik akhir pendakianku. Cukup sudah, saya tidak lagi ingin menambah daftar panjang manusia-manusia yang datang dan merubah alam. Cukup sudah keinginan-keinginan itu. Aku akan mulai mencintai alam dengan caraku, dengan tidak mengunjungi, membiarkan alam dengan kisahnya sendiri. Pendakian ini memberiku banyak pelajaran berahrga, bahwasanya tidak semua hal yang kita anggap baik ternyata memang baik. Nyatanya Papandayan habis terbakar oleh orang-orang yang mengaku mencintai alam. Ratusan hektar hilang hangus terbakar api. Hamparan edelweis yang indah itu hampir tak bersisah, juga pepohonan-pepohonan yang cantik itu. Apa lagi yang kita banggakan sebagai pecinta alam. Bagiku cukup sudah.






sudah kuucapkan selamat tinggal pada bebatuaan dan rerumputan
juga pada pepohonan yang bernyanyi riang diterpa angin
Sudah kuucapkan selamat tinggal pada ribuan bintang dilangit 
yang begitu indah menatapnya dari ketinggian
juga pada dinginnya malam dan pada tetesan embun dipagi hari.
selamat tinggal.. selamat tinggal
a_m





terimakasih untuk teman-teman dari @Postualang
untuk kebersamaannya yang singkat
Perjalanan mempertemukan persaudaraan
Papandayan September 2015

5 comments:

  1. Terharu,pengen nangis tp ga tau beli di mana?

    ReplyDelete
  2. Terharu banget bacanya, lgsg berasa pngen nangis. Kok bahasamu mnyntuh sih dar x( ke jkrta sini dong

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanti gw maen Jakarta, kita ngetrip bareng lagi yah Lit

      Delete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete