Kalimat itu kutemukan entah di sosmed mana, entah kenapa setiap kali merapalkannya   membuat saya selalu merinding. Pamit ke Masjid, pulan...

Pamit ke masjid, pulang ke surga.




Kalimat itu kutemukan entah di sosmed mana, entah kenapa setiap kali merapalkannya  membuat saya selalu merinding. Pamit ke Masjid, pulang ke Surga. Sederhana itu, tapi bagiku begitu sangat syarat makna. Setiap kita pada dasarnya mengharapkan akhir hidup yang baik “khusnul khotima” pun juga diriku. Akhir-akhir ini entah kenapa saya selalu membayangkan detik-detik terahir hidupku. Bagaimana nanti dititik itu. Bagaimana saya melewatinya. Apakah kelak saya berakhir di sujud terakhir di masjid, atau sedang sibuk-sibuknya menyusun laporan di depan laptopku.


Seseorang pernah berkata, akhir dari hidupmu akan menentukan awal dari arus kehidupanmu yang lebih besar nanti.  Bagaimana kau berakhir, begitu pula kau akan memulai kehidupan barumu di akhirat.  Saya selalu merasa belum mempersiapkan banyak hal untuk kehiddupan baruku, sementara tuntutan dunia seakan tidak ada habis-habisnya untuk dituruti. Saya selalu merasa tertinggal di belakang dan waktu berlalu begitu cepatnya berlalu. Saya takut, ketika garis finisku tiba saya tidak bisa tersenyum lega, berpamitan pada dunia dengan penuh kemenangan. Pamit ke masjid tapi pulang ke surga. Saya takut, justru ketika detik-detik itu datang, saya justru malah gigih menggenggam kuat tali dunia. Berpegangan pada sesuatu yang semu, sesuatu yang pasti akan kulepaskan terpaksa atau tidak. Saya takut.Setiap kali merasa tertekan seperti itu, saya merasa kecewa pada diriku.

0 komentar: