Kamu Islam seperti apa ?.   Pertanyaan ini selalu dilematis. Menurutku keislaman saya adalah urusan saya dengan Tuhan saya. Tak p...

Islam atau Islam




Kamu Islam seperti apa ?.
 Pertanyaan ini selalu dilematis. Menurutku keislaman saya adalah urusan saya dengan Tuhan saya. Tak perlu didiskusikan saya ini berislam dengan model seperti apa, mengapa aku memilih Islam seperti ini atau mengapa aku sering terlibat berbagai macam aliran dan golongan dalam Islam. Bagiku, Islam itu bukan soal siapa putih siapa hitam, siapa benar siapa salah, siapa kawan siapa lawan, siapa banyak penganutnya siapa sepi, siapa yang paling nyunnah dan siapa pelaku bid’ah, siapa suci, siapa pendosa, siapa yang akan masuk surga dan siapa yang calon penghuni neraka. Itu di luar kuasa kita sebagai manusia. Itu murni dalam wilayah Tuhan. 

Jadi kamu Islam seperti apa ?.
Pertanyaan seperti di atas seakan-akan terdengar di telinga saya  kamu Islam apa bukan ? pada dasarnya saya merasa saya bukan NU, saya bukan Muhammadiyah,  bukan Salafi, bukan HTI, bukan Tarbiah, bukan JIL, bukan Wahabi, bukan ISIS. Saya adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Saya hanya ingin bahwa orang tidak lagi memandang kita berdasarkan golongan dan mazhab yang kita anut.  Saya berharap orang-orang memandang dan menilai kita sebagai suatu kemutlakan (absolut entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana kita termasuk serta dari aliran apa kita berangkat. 

Saya Islam. Islam Independen, tidak terikat dan berafiliasi dengan golongan tertentu. Jangan kira independensi saya dalam beragama adalah karena ketidak berprinsipan saya. Justru keindependensian saya adalah wujud dari  prinsip saya untuk selalu berada pada titik netral. Netral berarti bebas, terlepas dari polarisasi agama. Bebas memilih dan menentukan prinsip hidup beragama yang akan saya jadikan pegangan hidup. Bebas dalam artian saya bisa memilih mode dan metode yang paling tepat untuk tipologi manusia seperti saya. hehehehhe.

Anda boleh setuju atau tidak itu hak proregative anda J

0 komentar:

“ KETIKA SAYA HARUS SARJANA ” Rasanya tidak enak jadi seorang sarjana. Kehidupan kampus yang tadinya begitu dekat dan hebat k...

Ketika Harus Sarjana



KETIKA SAYA HARUS SARJANA



Rasanya tidak enak jadi seorang sarjana. Kehidupan kampus yang tadinya begitu dekat dan hebat kini tiba-tiba harus berakhir. Bagaimanapun juga kita telah mengalami berbagai dinamika di kampus. bergulat dengan buku-buku, tugas-tugas, agenda-agenda organisasi, persahabatan yang indah, petualangan-petualangan, idealisme, kesombongan intelektual, kisah-kisah cinta dan akhirnya semuanya harus berakhir.  It’s All Over, the End, Tamat. Yah rasanya semuanya telah berakhir. Semua yang kita cintai dari kehidupan kampus. Masa indah itu pasti akan berakhir. Yes it’s all over.

Rasa-rasanya baru kemarin saya di pelonco senior yang songong itu. Rasanya baru kemarin saya berkutat dengan tugas akhir yang menjenuhkan. Tugas akhir yang jadi momok menakutkan bagi sebagian mahasiswa. Tugas yang membosankan dan bahkan sempat membuat saya putus asa. Menghantui malam-malamku, menjadi mimpi buruk tidur siangku. Tapi kalian tahu, saya jatuh cinta dengan semua kegelisahan itu. dan kini semua harus berakhir. Tiba-tiba hidup serasa kosong sekali.

2 komentar:

orang-orang yang dicintai hanya laksana kabut ada dan tiada,  tak tergenggam hanya bisa memandangi merapuh dengan sukarela melel...

The Darkness Shadow


orang-orang yang dicintai
hanya laksana kabut
ada dan tiada, 
tak tergenggam
hanya bisa memandangi
merapuh dengan sukarela
meleleh seperti lilin
by
-am-

Saya biarkan diriku tenggelam di sudut tergelap kamarku. HP dan segala hal yang berhubungan dengan dunia luar ku non aktifkan, kamar dan jendela kututup rapat. Kini hantu pun tak bisa menemukanku di sini, di kegelapan kamarku.

orang-orang cenderung takut dengan kegelapan, Mereka menyangka kegelapan adalah kematian. Kalian tahu, kegelapan itu hidup. Kegelapan itu seakan punya wajah, menemaniku saat di mana saya sangat menginginkan dirimu yang hanya bisa kutemukan dalam bayang-bayang kegelapan ini.

Kalian mungkin bertanya, mengapa harus pada kegelapan. Menurutku setiap manusia punya batas dan saya menemukan batas-batas itu terurai hanya pada kegelapan. Kita bersatu, menyatu, melebur, berpadu tanpa batas hanya dalam kegelapan ini.

Pernahkah kalian begitu menginginkan sesuatu. tepatnya sesuatu yang tidak bisa kalian miliki. Cobalah bersembunyi dalam kegelapan, kalian akan menemukan apa yang kalian inginkan di situ. Sungguh dalam kegelapan yang ada hanya kalian, keheningan dan keinginan.

Dalam kegelapan  kita menemukan kebebasan. Kebebasan utuh sebagai seorang manusia merdeka. Bukankah bijak bestari selalu berpesan “Jangan biarkan sekali-kali hatimu terikat, semakin kau terjerumus dalam keterikatan, hidupmu akan semakin menderita”.  Kegelapan akan menguraikan keterikatan itu. Kegelapan akan membawa kita pada ketiadaan, kekosongan sempurna, ketidakberdayaan, kepasrahan dan penyerahan seutuhnya. 

Kita selalu diajarkan untuk terus menerus berjuang. Tapi ingat, kita juga harus tahu kapan seharusnya kita menyerah, kapan seharusnya kita berpasrah dan kapan seharusnya kita membiarkan takdir memahat ukirannya sendiri. Dan hari ini aku putuskan untuk menyerah, menyerah untuk bisa memilikmu. Kegelapan akhirnya mengajarkanku menjadi manusia bebas seutuhnya. Hatiku kini sepenuhnya milikku. Itu saja.

0 komentar:

“ Eternal Breeze ” Kau ingin tahu Apa pernah kau ingin tahu. Atau kau pura-pura tak tahu. Aku bukan udara untukmu. Aku han...

“Eternal Breeze”

Eternal Breeze



Kau ingin tahu
Apa pernah kau ingin tahu.
Atau kau pura-pura tak tahu.

Aku bukan udara untukmu. Aku hanya semilir angin yang lewat yang harus berpura-pura menjadi udara. Kurasa aku hanya ilusi, Berharap selalu ada saat kau menginginkanku. Dan kenyataannya kau tidak pernah sungguh-sungguh menginginkanku.

mungkin kau hanya  "menginginkanku" tanpa benar-benar berniat ingin "memilikiku". Seperti pemain bola di lapangan, begitu semangat menginginkan bola yang terus menerus berputar di lapangan, namun ketika bola itu telah menghampiri kakinya tiba-tiba dia menendanya lagi "menjauh" lalu terburu-buru mengejarnya lagi. Bola itu akhirnya tidak pernah menjadi miliknya seutuhnya.

Kau tahu, timbal balik adalah aturan dasar dalam suatu hubungan, dan aku tidak pernah menemukan itu pada hubungan kita. Kau egois, menuntutku memberimu udara saat kau membutuhkannya dan segera meninggalkanku begitu kau merasa segar lagi.

Biarlah aku kembali menjadi semilir angin yang bebas, bertiup dari gunung ke lembah, membawa kesegaran. Terbang bebas, tidak harus terus berpura-pura menjadi udara untukmu. Kau tahu, angin yang bertiup tidak pernah kembali ke tempat angin itu berasal.  Aku berharap hatiku seperti itu. terbang jauh dan tak ingin kembali lagi.

Saat aku akhirnya berani melepasmu pergi. Aku merasa bebas, seperti mampu menyelesaikan soal matematika yang rumit. Sangat bebas, dan aku tak merasa sakit sama sekali.


Di tulis untuk mengenang seseorang yang pernah ......

0 komentar:

“The Blits of Death”  (lampu-lampu kematian) Orang-orang datang dan pergi silih berganti bersama perubahan yang muncul dengan ...

“The Blits of Death”



“The Blits of Death” 
(lampu-lampu kematian)
Orang-orang datang dan pergi silih berganti
bersama perubahan yang muncul dengan melambat

Kemarin saya melayat ke rumah sahabat saya. Ayahnya meninggal (semoga almarhum ditempatkan di Jannah-Nya, amin). Sedih. saya tidak bisa atau tepatnya belum berani membayangkan seandainya saya di posisinya dia sekarang ini. Betapa hancur hatinya.

“Mati” mungkin kata itu sudah sering mampir dalam pikiran kita, tapi mungkin kita belum benar-benar sempat memikirkannya lebih dalam. Mati bagi sebagian orang mungkin perkara biasa, suatu hukum alam, semua yang bernyawa pasti akan mati.

“Mati” mungkin ketika yang meninggal orang-orang di luar the intimates others dalam hidup kita, kata mati itu jadi perkara biasa, berlalu begitu saja. Kita  tidak sungguh-sungguh berduka, apalagi kalau yang meninggal hanya satpam kompleks depan rumah, tetangga kita, bupati atau anggota DPR di daerah kita, mantan Presiden kita atau orang-orang yang hanya sepintas lalu dalam kehidupan kita. Kita hanya turut berduka sebatas tenggorokkan, mengucapkan belasungkawa sekedarnya setelah itu lupa lagi.

“Mati” akan jadi berbeda ketika kata itu menghampiri hidup kita. Hingga kini saya masih terus mencari jawaban atas kesedihan ketika “mati” itu merenggut orang-orang yang kita cintai. Kita bersedih karena esensi dari kematian itu sendiri atau hanya karena kita belum siap kehilangan orang-orang itu di sekitar kita. Belum terbiasa akan ke tidak adaannya mereka dalam rutinitas harian kita. Belum terbiasa untuk tidak melihat, mendengar atau memeluknya.

Kata sebagian orang, kematian adalah awal perjalanan baru. Bagiku mati hanyalah kembali pulang dari suatu perjalanan panjang kehidupan. Sebuah pembebasan. Seberapa jauh  kaki kita melangkah, hidup itu hanya akan seperti itu. Pasti suatu saat kita akan kembali pulang. Kembali ke awal perjalanan kita, kembali pulang ke kekosongan sempurna. Kembali ke ketiadaan. Ke keabadian yang sama. Ini adalah wujud akhir universal yang semuanya pasti akan mengalaminya. Mati.

Say, "Indeed, the death from which you flee - indeed, it will meet you. Then you will be returned to the Knower of the unseen and the witnessed, and He will inform you about what you used to do."
(AL-Jumu’ah: 08)
Jember, Juli 2014
Dalam suasana duka
Di rumah seorang teman

0 komentar:

Pulang. Ketika seorang musafir harus pulang,bersentuhan dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya, selalu saja ada hal yang berdikotomi...

"Pulang"


Pulang. Ketika seorang musafir harus pulang,bersentuhan dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya, selalu saja ada hal yang berdikotomi. Ada rasa sedih ada duka. Pulang kembali membuka kesadaranku bahwa betapa selama ini perjalananku sejatinya hanyalah suatu pelarian akan realitas hidup yang tak bisa ku terima dengan baik. Lari dari diriku sendiri. Pulang akhirnya kembali menyadarkanku dan menjadikanku manusia realis.

Pulang. Inikah akhir  perjalananku. Kata orang, perjalanan akan mengubah hidup manusia, dan dulu saya yakin saya akan bisa berubah bersama dengan perjalanan ini. Tapi kalian tahu  perjalanan tidak selamanya seindah yang bisa kita bayangkan. Perjalanan hanyalah ibarat proses membenturkan fantasi dan realita. Dan nyatanya kita justru malah sering kecewa ketika fantasi-fantasi yang kita bangun rontok berguguran, hangus tergerus realita yang menyakitkan.

Perjalanan. Dulu saya berpikir perjalanan akan menuntun kita pada tujuan hidup kita, tapi kini Tujuan hidupku ? aku tak tahu. Kini setelah aku dewasa tujuan hidup itu malah semakin gamang. Sungguh aku tak tahu. Aku bahkan takut memikirkannya. Semakin aku berjalan, perjalanan justru semakin menghadapkanku pada ketakutanku. Hidup memang pasti dan tidak pasti.

Tujuan hidupku yang dulunya tampak simpel dan jelas kini tiba-tiba mengabur sama sekali.
Bertahun-tahun aku kuliah, apa yang kudapat. Tahun-tahun penuh penderitaan dan tangisan apa hasilnya ? hanya demi selembar ijazah yang berisi deretan angka. Apa artinya kertas-kertas ini ? aku merasa ini semua hanyalah fatamorgana, bukan kehidupan sesungguhnya. Aku ingin bebas.

Sejauh apapun kita berkelana suatu hari nanti kita akan berpulang. Kembali kekosongan sempurna.  Mungkin memang kita harus banyak belajar menerima. Mimpi-mimpi tidak semuanya bisa terpenuhi. Mungkin pulang justru akan membuka makna-makna hidup yang kita cari selama perjalanan ini. Pulanglah, Tak ada salahnya menjalani hidup dengan sederhana.


19 Juli 2014
Gate 4, Bandara Internasional Juanda
Perjalanan Pulang

1 komentar:

Masa Lalu Orang-orang datang dan pergi silih berganti bersama perubahan yang muncul dengan melambat Seberapa kuat kita mam...

"Masa Lalu"





Masa Lalu
Orang-orang datang dan pergi silih berganti
bersama perubahan yang muncul dengan melambat

Seberapa kuat kita mampu berlari dari masa lalu. toh pada akhirnya masa lalu akan selalu menyeruak mencari jalan keluar dan kembali mengingatkan kita akan masa-masa yang pedih itu. bagaimanapun juga masa lalu selalu akan memunculkan sedikit rasa sakit, namun kehidupan akan tetap berjalan. Kita bisa memilih terkubur dengan rasa sakit atau belajar menerimanya. Aku memilih melanjutkan kehidupanku, melupakan, memulai dengan awal baru. Aku ingin bernapas lagi. Bukankah Selalu ada jalan untuk kembali memulai kebaikan.

Masa lalu pada kenyataannya hanyalah suatu pengungkapan muskil akan rentetan-rentetan kejadian-kejadian atau orang-orang yang datang dan tersingkir dalam wilayah waktu kita. Atas rasa sakit dan rasa bahagia yang saling berkosokbali.

Duduklah di pinggir sungai, perhatikanlah sejenak air yang mengalir pelan. Buih dan busa-busa air.  Renungkanlah waktu-waktu yang berlalu, masa-masa berduka, masa-masa terperih dalam pahatan takdir kita. Saya selalu menikmati waktu-waktu seperti itu, duduk sendiri di pinggir sungai merenung, memperhatikan buih-buih di sungai yang hanyut bersama aliran air. Mencoba berdamai dengan masa lalu.

Pernah suatu hari, saya sungguh ingin menceburkan diriku di sungai berair cokelat itu, aku bisa menghanyutkan diriku mengikuti arus sungai itu membiarkan dosa-dosaku tenggelam di dasarnya membiarkan sungai itu membawaku ke suatu tempat yang jauh. Suatu tempat di mana masa lalu tidak bisa menemukanku di sana. Suatu tempat yang tidak dihuni hantu kenangan dan rasa bersalah.

Masa lalu kita mungkin terlalu menyakitkan, tapi bukankah setiap kita punya kesempatan untuk menemukan kembali kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang telah terpendam begitu jauh di dasar lubuk hati kita, yang telah hilang tergerus ego dan rasa sakit. Kita hanya butuh sedikit berusaha dan sejumput senyuman.

Sesekali berhentilah memikirkan masa lalu. Rasakanlah nafasmu hari ini, kerjakanlah apa-apa yang kamu cintai, apa-apa yang membuatmu tersenyum hari ini. Maafkanlah orang-orang yang telah menyakitimu jika kau ingin memaafkannya, maafkanlah. Namun yang paling utama maafkanlah dirimu sendiri. Berdamailah dengan masa lalumu.




Mojokerto,19 Juli 2014
Dalam sebuah perjalanan menemukan masa lalu
Bersama seorang sahabat

0 komentar: